Electronic Commerce: Peluang dan Kendala
Oleh: Lukman Abdurrahman
Electronic Commerce (disingkat e-commerce)
sebagai sarana berbisnis menggunakan jaringan komputer, sebenarnya sudah
dikenal sejak dua puluh tahun lalu, yaitu sejak akhir tahun 70-an dan awal
tahun 80-an. Generasi pertama e-commerce
ini dilakukan hanya antar perusahaan berupa transaksi jual beli yang
difasilitasi oleh electronic data
interchange (EDI). E-commerce melalui EDI ini sifatnya eksklusif, yaitu
terbatas hanya antar perusahaan (business-to-business). Namun sejak awal tahun 90-an, e-commerce
lebih banyak menggunakan fasilitas Internet yang sifatnya jauh lebih inklusif
dan sangat terbuka. Hal ini terutama
dikaitkan dengan peluncuran World Wide
Web (www) pada tahun 1992 yang merupakan salah satu alat (tool) Internet yang popular untuk
membuat, memanipulasi dan memanggil dokumen-dokumen yang terdiri dari audio,
video, informasi grafis dan text. Bahkan
secara de facto Web ini sudah menjadi
standar untuk melakukan navigasi, menerbitkan informasi dan mengeksekusi
transaksi pada Internet dan Intranet (jaringan komputer intern organisasi/
perusahaan). Melalui jaringan Internet
inilah, e-commerce menjadi dikenal oleh kalangan yang lebih luas meliputi pelaku
bisnis berskala besar sampai pelaku bisnis individual. Demikian pula, jangkauan area pasarnya
meliputi seluruh dunia atau setidaknya negara-negara di dunia yang telah
mempunyai jaringan Internet tersebut.
Maka tidaklah heran sejak saat itu
tumbuh subur perusahaan-perusahaan maya baik yang sebelumnya telah ada atau
sama sekali baru. Sekedar contoh dapat
disebutkan di sini yang sama sekali baru memanfaatkan peluang e-commerce ini
adalah Amazon.com, sebuah toko maya
yang berkonsentrasi pada penjualan buku dan musik yang bermarkas di Amerika
Serikat. Sebagai toko maya, Amazon.com
mampu menyajikan lebih dari 2,5 juta buku kepada para “pengunjungnya”. Bandingkan dengan sebuah toko buku
tradisional terbesar di Amerika Serikat yang hanya mampu menyediakan sekitar
150.000 buku saja. Selanjutnya,
Amazon.com pun telah pula memetik sukses-sukses penjualan buku maupun musiknya
itu walaupun tidak untuk menangguk laba sebesar-besarnya, karena perhatian CEO (chief executive officer) mereka
lebih pada upaya membesarkan dulu perusahaannya. Konsumen Amazon.com tersebar di seluruh
wilayah Amerika Serikat dan belahan lain dunia.
Juga di lantai bursa, saham Amazon.com termasuk yang diminati para
pemodal karena nilainya yang cukup tinggi.
Pertumbuhan e-commerce nampaknya
akan berkembang terus seiring dengan makin memasyarakatnya jaringan global
Internet. Bahkan beberapa pakar
teknologi informasi memprediksi bahwa Internet akan menjadi bagian kehidupan
sehari-hari masyarakat modern pada masa mendatang. Ini artinya mereka akan demikian kental
berurusan dengan Internet dalam segala hal termasuk membeli atau menjual barang
dan jasa. Begitu pula
perusahaan-perusahaan akan mengupayakan pelebaran pangsa pasarnya melalui
jaringan Internet sebagai strategi baru yang sangat global. Dengan kata lain, e-commerce akan menjelma
menjadi infrastruktur bisnis alternatif yang mumpuni pada era informasi kini
dan mendatang.
Peluang
Secara garis besar interaksi bisnis
lewat e-commerce dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu antar
organisasi/ perusahaan (business-to-business),
intern organisasi/ perusahaan (within
business) dan pelanggan terhadap perusahaan (customer-to-business). Dalam
kategori pertama, e-commerce memfasilitasi interaksi antar perusahaan sehingga
solusi-solusi manajemen dari awal sampai akhir dapat dilakukan secara
efektif. Ini artinya rantai jaringan
yang menghubungkan pelanggan, pegawai, pemasok, distributor dan bahkan pesaing
dapat dikendalikan secara terintegrasi.
Untuk kategori kedua, e-commerce yang lebih sering difasilitasi oleh
intranet merupakan katalis untuk menghantarkan dinamika-dinamika intern
organisasi menuju perusahaan modern.
Sehingga pada gilirannya, seperti ditulis pakar manajemen Peter F.
Drucker dalam artikel “The Coming of the
New Organization”, perusahaan akan berubah paradigma dari organisasi yang
berdasarkan komando dan kontrol hirarkis yang terdiri dari divisi dan
departemen kepada organisasi yang berbasiskan informasi, yaitu organisasi dari
spesialis-spesialis pengetahuan (knowledge). Sedangkan pada kategori ketiga, e-commerce
memfasilitasi interaksi pelanggan dengan perusahaan secara elektronis untuk
mempelajari, memilih sekaligus membeli produk-produk yang ditawarkan. Pula ,
pelanggan dapat melakukan pembayaran secara elektronis baik dengan cek
elektronik atau sistem pembayaran elektronik lainnya. Selain itu, e-commerce tentu pula
memungkinkan seorang konsumen berinteraksi dengan yang lainnya melalui misalnya
surat
elektronik (e-mail), videoconferencing atau
newsgroups sehingga mereka bisa
berbagi informasi untuk produk atau jasa baru yang ditawarkan.
Sebagaimana dinyatakan di atas, e-commerce adalah lahan baru
untuk membangkitkan dan mengeksploitasi bisnis yang mengutamakan efektivitas
dalam pelaksanaannya. Artinya,
e-commerce menyelenggarakan transaksi bisnis melalui jaringan elektronik dengan
sejumlah perbaikan terhadap performansi bisnis tradisional. Sehingga akan tercipta wajah bisnis baru
dengan unjuk kerja lebih baik: kualitas interaksi, kepuasan pelanggan dan
efektivitas pembuatan keputusan. Juga,
perusahaan dapat memperoleh efisiensi ekonomis yang lebih baik dengan
menurunkan biaya-biaya (costs). Padahal kecepatan pertukaran barang dan jasa
tetap terjamin cepat bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Karena itulah
e-commerce terkenal dengan semboyannya: “do
more with less”.
Dengan
didukung oleh teknologi Web, e-commerce dapat dibangun dengan biaya yang
murah. Dengan hanya bermodalkan sebuah personal computer (PC), sebuah
modem dan account Internet; seseorang
sudah dapat membuat sendiri atau memesan sebuah home page untuk penyelenggaraan e-commerce. Di arena jaringan Internet, seorang pebisnis
kecil ini dapat berkompetisi dengan pebisnis-pebisnis raksasa yang sudah ada
sebelumnya tanpa harus takut kalah bersaing. Malahan para raksasa ini terkadang
dipaksa untuk mengkonsep ulang strategi dan struktur pembiayaan usaha mereka
agar tetap kompetitif dalam mengadu nasib di dunia bisnis baru itu. Hal ini misalnya terjadi pada raksasa bisnis Time Warner atau Disney yang dipaksa harus
bersaing keras dengan para pendatang baru yang lebih kecil di e-commerce yang
juga membidik pasar yang sama dengan kedua raksasa tersebut.
Dilihat
dari sisi peluang pasar (marketplace),
e-commerce dapat menjangkau pasar-pasar regional, nasional bahkan
internasional. Tidak ada batas yang dapat mempersempit pasar bisnis di dalam
jaringan Internet ini selain kehandalan manajemen si pebisnis sendiri. Memanfaatkan jaringan global ini pula,
perusahaan-perusahaan dapat lebih mencurahkan kepeduliannya terhadap para
konsumen mereka, vendor atau distributornya sehingga dapat terbentuk segmentasi
pelayanan yang lebih terarah. Sedangkan
dalam rangka membangun pangsa pasar baru dan jalur-jalur distribusi, para
pelaku bisnis dapat menggunakan e-commerce untuk mengenalkan aset-aset yang
mereka punyai seperti merek, infrastruktur operasional, informasi terkait, dan
pendidikan pelanggan (customer education)
dengan cara lebih murah dan efektif.
Contoh yang telah berjalan dalam penciptaan pasar baru adalah apa yang
telah dilakukan oleh Time Warner dengan situs Web–nya bernama Pathfinder. Melalui situs ini, Time Warner menerbitkan
majalah-majalah popular mereka seperti Time,
Money dan lain-lain. Pathfinder
sendiri mendapatkan pembayaran dari penjualan iklan dan pelanggan yang
mengaksesnya. Dengan cara ini, penerbit
berusaha mengintegrasikan produk layanannya, membuat segmentasi pelanggan
berdasarkan produk tersebut dan lebih profesional. Dalam hal distribusi produk lewat e-commerce,
perusahaan software seperti Netscape
telah memanfaatkan teknologi baru Web untuk menjual sekaligus mendistribusikan
software-sofware komoditinya secara elektronis.
Kendala
E-commerce telah membuka sebuah dunia baru baik bagi
para konsumen maupun perusahaan yang tentu pula ia menghendaki
pendekatan-pendekatan manajemen baru.
Jika didayagunakan secara cerdas, e-commerce sangat potensial untuk
mendongkrak keuntungan perusahaan disebabkan kemampuan yang lebih baik dalam
pemeliharaan pelanggan, penyajian barang dan jasa baru yag berbasis informasi
dan operasional yang efisien. Namun
sebelum bergerak ke arah itu, para pelaku bisnis di e-commerce perlu merencana
ulang strategi mereka, produk-produk dan proses bisnisnya dalam rangka
membangun sebuah pendekatan manajemen yang solid. Dalam hal ini beberapa persoalan yang akan
mengemuka adalah: strategi jangka panjang dan pendek perusahaan, model bisnis
untuk e-commerce, cara investasi sisi teknologi, produk atau jasa yang bisa
dijual via e-commerce dan restrukturisasi organisasi yang paling pas dalam
mengendalikan alat bisnis baru ini.
Dalam
kaitan ini Malcolm Frank
dalam “The Realities of Web-based Electronic Commerce” menyarankan tujuh
langkah menuju sukses dalam melakukan e-commerce. Pertama adalah e-commerce harus dipandang
sebagai sistem bisnis dan bukan sistem komputer. Artinya e-commerce harus merupakan solusi
komprehensif dalam berbisnis, sehingga yang diurusi bukan sisi teknisnya semata
tapi pula strategi, proses, organisasi dan manusianya. Kedua, kemauan untuk terjun ke e-commerce
harus didukung penuh oleh pimpinan tingkat atas. Bahasa lainnya, pimpinan
ataslah penanggung jawab dan pemilik e-commerce ini. Ketiga pembuatan proses bisnis harus
terdefinisi secara eksak guna menghindari “pendewaan” teknologi dan komputer
sebagai satu-satunya pembuat solusi. Keempat, mengantisipasi
kemungkinan munculnya konflik yang diakibatkan peralihan ke e-commerce. Konflik
seperti ini sangat mungkin datang dari pihak ketiga yang merasa dirugikan
dengan strategi baru ini. Kelima, juga
mengantisipasi kemungkinan gerakan anti perubahan (resistance to change) dari internal perusahaan. Keenam, harus mempelajari demografi dan
kebutuhan konsumen dalam rangka menyajikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
mereka. Dan ketujuh, harus disiapkan tenaga-tenaga terampil bidang teknologi
informasi yang mengerti e-commerce dengan segala persoalannya, termasuk
Internet, Intranet, Web, Database, pengamanan sistem dan lain-lain.
Hal lain
yang menjadi kendala adalah keamanan sistem baik yang sifatnya fisik seperti
perangkat komputer dan jaringannya maupun isi informasi/ transaksinya
sendiri. Sebagai jaringan publik,
Internet terbuka bagi semua pemakai tak terkecuali mereka yang menyusup untuk
mendapatkan keuntungan secara illegal.
Hal ini misalnya bisa terjadi pada “pencurian” kartu kredit yang sedang
digunakan pada pembayaran secara online.
Oleh karenanya, e-commerce harus disertai dengan penerapan sistem keamanan
pula. Sedikitnya ada lima standar
keamanan yang harus ada pada penyelenggaraan e-commerce: privacy, authenticity, integrity, availability dan blocking. Privacy adalah kemampuan untuk mengontrol
siapa yang dapat atau tidak membuka
informasi dan dalam kondisi apa hal itu bisa dilakukan. Sedangkan authenticity adalah kemampuan untuk
mengetahui identitas pihak-pihak yang sedang melakukan komunikasi pada jaringan
e-commerce tersebut. Integrity adalah
jaminan bahwa informasi yang disimpan atau yang ditransmisikan tidak akan
tercecer. Availability adalah kemampuan untuk
mengetahui kapan pelayanan informasi dan komunikasi dapat atau tidak tersedia. Dan blocking
adalah kemampuan untuk memblokir penyusup atau informasi yang tidak
dikehendaki. Itulah beberapa standar
kenyamanan berbisnis di e-commerce yang dibutuhkan baik oleh konsumen maupun
perusahaan.
Nampak
bahwa e-commerce dapat dilihat dari dua sisi kepentingan yaitu konsumen dan
perusahaan. Dari sisi konsumen,
e-commerce adalah “kendaraan” untuk mengarungi lautan informasi, berkomunikasi
dengan sesama kolega dan tentu untuk berbelanja di toko-toko maya tanpa harus
meninggalkan rumah/ kantor dan terjebak kemacetan lalu lintas. Konsumen pula yang akan menjadi faktor
penting untuk terjadinya berbagai inovasi di arena berbelanja maya ini sesuai
dengan tuntutan kebutuhan mereka.
Di sisi lain, e-commerce bagi
perusahaan menawarkan efisiensi dan perolehan banyak dengan modal
sekecil-kecilnya. Teknologi Internet
membuka mata dan telinga para pelaku bisnis ini untuk maju dan berani bersaing
di pasar global.
Referensi:
1.
Frank, Malcolm.
“The Realities of Web-based Electronic Commerce”. World Wide Web. Accessed 26 September 1998 . http://library.claremont.edu/ovidweb70/o…y&ST=3&R=1&totalCit=1&D=infoz&S=10917525.
2.
Gray, Paul; King, William R. Management of
Information Systems. San Diego ,
California : The Dryden
Press,1994.
3.
Kalakota, Ravi
and Whinston, Andrew B. Electronic
Commerce: A Manager’s Guide. Reading , Massachusetts :
Addison-Wesley, 1997.
4.
Karakayas, Fahri and Karakayas, Fera. “Doing Business on the Internet”. World Wide Web. Accessed 14 September 1998 . http://library.claremont.edu/ovidweb70/o…T=3&R=25&totalCit=246&D=infoz&S=10528545
Tidak ada komentar:
Posting Komentar