Rabu, 29 Agustus 2012

Electronic Commerce



Electronic Commerce: Peluang dan Kendala

Oleh: Lukman Abdurrahman



Electronic Commerce (disingkat e-commerce) sebagai sarana berbisnis menggunakan jaringan komputer, sebenarnya sudah dikenal sejak dua puluh tahun lalu, yaitu sejak akhir tahun 70-an dan awal tahun 80-an.  Generasi pertama e-commerce ini dilakukan hanya antar perusahaan berupa transaksi jual beli yang difasilitasi oleh electronic data interchange (EDI). E-commerce melalui EDI ini sifatnya eksklusif, yaitu terbatas hanya antar perusahaan (business-to-business).  Namun sejak awal tahun 90-an, e-commerce lebih banyak menggunakan fasilitas Internet yang sifatnya jauh lebih inklusif dan sangat terbuka.  Hal ini terutama dikaitkan dengan peluncuran World Wide Web (www) pada tahun 1992 yang merupakan salah satu alat (tool) Internet yang popular untuk membuat, memanipulasi dan memanggil dokumen-dokumen yang terdiri dari audio, video, informasi grafis dan text.  Bahkan secara de facto Web ini sudah menjadi standar untuk melakukan navigasi, menerbitkan informasi dan mengeksekusi transaksi pada Internet dan Intranet (jaringan komputer intern organisasi/ perusahaan).  Melalui jaringan Internet inilah, e-commerce menjadi dikenal oleh kalangan yang lebih luas meliputi pelaku bisnis berskala besar sampai pelaku bisnis individual.  Demikian pula, jangkauan area pasarnya meliputi seluruh dunia atau setidaknya negara-negara di dunia yang telah mempunyai jaringan Internet tersebut.
Maka tidaklah heran sejak saat itu tumbuh subur perusahaan-perusahaan maya baik yang sebelumnya telah ada atau sama sekali baru.  Sekedar contoh dapat disebutkan di sini yang sama sekali baru memanfaatkan peluang e-commerce ini adalah Amazon.com, sebuah toko maya yang berkonsentrasi pada penjualan buku dan musik yang bermarkas di Amerika Serikat.  Sebagai toko maya, Amazon.com mampu menyajikan lebih dari 2,5 juta buku kepada para “pengunjungnya”.   Bandingkan dengan sebuah toko buku tradisional terbesar di Amerika Serikat yang hanya mampu menyediakan sekitar 150.000 buku saja.  Selanjutnya, Amazon.com pun telah pula memetik sukses-sukses penjualan buku maupun musiknya itu walaupun tidak untuk menangguk laba sebesar-besarnya, karena perhatian CEO (chief executive officer) mereka lebih pada upaya membesarkan dulu perusahaannya.  Konsumen Amazon.com tersebar di seluruh wilayah Amerika Serikat dan belahan lain dunia.  Juga di lantai bursa, saham Amazon.com termasuk yang diminati para pemodal karena nilainya yang cukup tinggi.
Pertumbuhan e-commerce nampaknya akan berkembang terus seiring dengan makin memasyarakatnya jaringan global Internet.  Bahkan beberapa pakar teknologi informasi memprediksi bahwa Internet akan menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat modern pada masa mendatang.  Ini artinya mereka akan demikian kental berurusan dengan Internet dalam segala hal termasuk membeli atau menjual barang dan jasa.   Begitu pula perusahaan-perusahaan akan mengupayakan pelebaran pangsa pasarnya melalui jaringan Internet sebagai strategi baru yang sangat global.  Dengan kata lain, e-commerce akan menjelma menjadi infrastruktur bisnis alternatif yang mumpuni pada era informasi kini dan mendatang. 

Peluang

Secara garis besar interaksi bisnis lewat e-commerce dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu antar organisasi/ perusahaan (business-to-business), intern organisasi/ perusahaan (within business) dan pelanggan terhadap perusahaan (customer-to-business).  Dalam kategori pertama, e-commerce memfasilitasi interaksi antar perusahaan sehingga solusi-solusi manajemen dari awal sampai akhir dapat dilakukan secara efektif.  Ini artinya rantai jaringan yang menghubungkan pelanggan, pegawai, pemasok, distributor dan bahkan pesaing dapat dikendalikan secara terintegrasi.   Untuk kategori kedua, e-commerce yang lebih sering difasilitasi oleh intranet merupakan katalis untuk menghantarkan dinamika-dinamika intern organisasi menuju perusahaan modern.  Sehingga pada gilirannya, seperti ditulis pakar manajemen Peter F. Drucker dalam artikel “The Coming of the New Organization”, perusahaan akan berubah paradigma dari organisasi yang berdasarkan komando dan kontrol hirarkis yang terdiri dari divisi dan departemen kepada organisasi yang berbasiskan informasi, yaitu organisasi dari spesialis-spesialis pengetahuan (knowledge).  Sedangkan pada kategori ketiga, e-commerce memfasilitasi interaksi pelanggan dengan perusahaan secara elektronis untuk mempelajari, memilih sekaligus membeli produk-produk yang ditawarkan.  Pula, pelanggan dapat melakukan pembayaran secara elektronis baik dengan cek elektronik atau sistem pembayaran elektronik lainnya.  Selain itu, e-commerce tentu pula memungkinkan seorang konsumen berinteraksi dengan yang lainnya melalui misalnya surat elektronik (e-mail), videoconferencing atau newsgroups sehingga mereka bisa berbagi informasi untuk produk atau jasa baru yang ditawarkan.
                Sebagaimana dinyatakan di atas, e-commerce adalah lahan baru untuk membangkitkan dan mengeksploitasi bisnis yang mengutamakan efektivitas dalam pelaksanaannya.  Artinya, e-commerce menyelenggarakan transaksi bisnis melalui jaringan elektronik dengan sejumlah perbaikan terhadap performansi bisnis tradisional.  Sehingga akan tercipta wajah bisnis baru dengan unjuk kerja lebih baik: kualitas interaksi, kepuasan pelanggan dan efektivitas pembuatan keputusan.  Juga, perusahaan dapat memperoleh efisiensi ekonomis yang lebih baik dengan menurunkan biaya-biaya (costs).  Padahal kecepatan pertukaran barang dan jasa tetap terjamin cepat bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Karena itulah e-commerce terkenal dengan semboyannya: “do more with less”.
            Dengan didukung oleh teknologi Web, e-commerce dapat dibangun dengan biaya yang murah.  Dengan hanya bermodalkan sebuah personal computer (PC), sebuah modem dan account Internet; seseorang sudah dapat membuat sendiri atau memesan sebuah home page untuk penyelenggaraan e-commerce.  Di arena jaringan Internet, seorang pebisnis kecil ini dapat berkompetisi dengan pebisnis-pebisnis raksasa yang sudah ada sebelumnya tanpa harus takut kalah bersaing. Malahan para raksasa ini terkadang dipaksa untuk mengkonsep ulang strategi dan struktur pembiayaan usaha mereka agar tetap kompetitif dalam mengadu nasib di dunia bisnis baru itu.  Hal ini misalnya terjadi pada raksasa bisnis Time Warner atau Disney  yang dipaksa harus bersaing keras dengan para pendatang baru yang lebih kecil di e-commerce yang juga membidik pasar yang sama dengan kedua raksasa tersebut.
            Dilihat dari sisi peluang pasar (marketplace), e-commerce dapat menjangkau pasar-pasar regional, nasional bahkan internasional. Tidak ada batas yang dapat mempersempit pasar bisnis di dalam jaringan Internet ini selain kehandalan manajemen si pebisnis sendiri.  Memanfaatkan jaringan global ini pula, perusahaan-perusahaan dapat lebih mencurahkan kepeduliannya terhadap para konsumen mereka, vendor atau distributornya sehingga dapat terbentuk segmentasi pelayanan yang lebih terarah.  Sedangkan dalam rangka membangun pangsa pasar baru dan jalur-jalur distribusi, para pelaku bisnis dapat menggunakan e-commerce untuk mengenalkan aset-aset yang mereka punyai seperti merek, infrastruktur operasional, informasi terkait, dan pendidikan pelanggan (customer education) dengan cara lebih murah dan efektif.  Contoh yang telah berjalan dalam penciptaan pasar baru adalah apa yang telah dilakukan oleh Time Warner dengan situs Web–nya bernama Pathfinder.  Melalui situs ini, Time Warner menerbitkan majalah-majalah popular mereka seperti Time, Money dan lain-lain.  Pathfinder sendiri mendapatkan pembayaran dari penjualan iklan dan pelanggan yang mengaksesnya.  Dengan cara ini, penerbit berusaha mengintegrasikan produk layanannya, membuat segmentasi pelanggan berdasarkan produk tersebut dan lebih profesional.  Dalam hal distribusi produk lewat e-commerce, perusahaan software seperti Netscape telah memanfaatkan teknologi baru Web untuk menjual sekaligus mendistribusikan software-sofware komoditinya secara elektronis.

Kendala
            E-commerce telah membuka sebuah dunia baru baik bagi para konsumen maupun perusahaan yang tentu pula ia menghendaki pendekatan-pendekatan manajemen baru.  Jika didayagunakan secara cerdas, e-commerce sangat potensial untuk mendongkrak keuntungan perusahaan disebabkan kemampuan yang lebih baik dalam pemeliharaan pelanggan, penyajian barang dan jasa baru yag berbasis informasi dan operasional yang efisien.  Namun sebelum bergerak ke arah itu, para pelaku bisnis di e-commerce perlu merencana ulang strategi mereka, produk-produk dan proses bisnisnya dalam rangka membangun sebuah pendekatan manajemen yang solid.  Dalam hal ini beberapa persoalan yang akan mengemuka adalah: strategi jangka panjang dan pendek perusahaan, model bisnis untuk e-commerce, cara investasi sisi teknologi, produk atau jasa yang bisa dijual via e-commerce dan restrukturisasi organisasi yang paling pas dalam mengendalikan alat bisnis baru ini. 
            Dalam kaitan ini Malcolm Frank dalam  “The Realities of Web-based Electronic Commerce” menyarankan tujuh langkah menuju sukses dalam melakukan e-commerce.  Pertama adalah e-commerce harus dipandang sebagai sistem bisnis dan bukan sistem komputer.  Artinya e-commerce harus merupakan solusi komprehensif dalam berbisnis, sehingga yang diurusi bukan sisi teknisnya semata tapi pula strategi, proses, organisasi dan manusianya.  Kedua, kemauan untuk terjun ke e-commerce harus didukung penuh oleh pimpinan tingkat atas. Bahasa lainnya, pimpinan ataslah penanggung jawab dan pemilik e-commerce ini.  Ketiga pembuatan proses bisnis harus terdefinisi secara eksak guna menghindari “pendewaan” teknologi dan komputer sebagai satu-satunya pembuat solusi.  Keempat, mengantisipasi kemungkinan munculnya konflik yang diakibatkan peralihan ke e-commerce. Konflik seperti ini sangat mungkin datang dari pihak ketiga yang merasa dirugikan dengan strategi baru ini.   Kelima, juga mengantisipasi kemungkinan gerakan anti perubahan (resistance to change) dari internal perusahaan.  Keenam, harus mempelajari demografi dan kebutuhan konsumen dalam rangka menyajikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada mereka. Dan ketujuh, harus disiapkan tenaga-tenaga terampil bidang teknologi informasi yang mengerti e-commerce dengan segala persoalannya, termasuk Internet, Intranet, Web, Database, pengamanan sistem dan lain-lain.
            Hal lain yang menjadi kendala adalah keamanan sistem baik yang sifatnya fisik seperti perangkat komputer dan jaringannya maupun isi informasi/ transaksinya sendiri.  Sebagai jaringan publik, Internet terbuka bagi semua pemakai tak terkecuali mereka yang menyusup untuk mendapatkan keuntungan secara illegal.   Hal ini misalnya bisa terjadi pada “pencurian” kartu kredit yang sedang digunakan pada pembayaran secara online. Oleh karenanya, e-commerce harus disertai dengan penerapan sistem keamanan pula.  Sedikitnya ada lima standar keamanan yang harus ada pada penyelenggaraan e-commerce: privacy, authenticity, integrity, availability dan blocking.  Privacy adalah kemampuan untuk mengontrol siapa yang dapat atau tidak  membuka informasi dan dalam kondisi apa hal itu bisa dilakukan.  Sedangkan authenticity adalah kemampuan untuk mengetahui identitas pihak-pihak yang sedang melakukan komunikasi pada jaringan e-commerce tersebut.  Integrity adalah jaminan bahwa informasi yang disimpan atau yang ditransmisikan tidak akan tercecer.  Availability adalah kemampuan untuk mengetahui kapan pelayanan informasi dan komunikasi dapat atau tidak tersedia.  Dan blocking  adalah kemampuan untuk memblokir penyusup atau informasi yang tidak dikehendaki.  Itulah beberapa standar kenyamanan berbisnis di e-commerce yang dibutuhkan baik oleh konsumen maupun perusahaan.

Penutup
            Nampak bahwa e-commerce dapat dilihat dari dua sisi kepentingan yaitu konsumen dan perusahaan.  Dari sisi konsumen, e-commerce adalah “kendaraan” untuk mengarungi lautan informasi, berkomunikasi dengan sesama kolega dan tentu untuk berbelanja di toko-toko maya tanpa harus meninggalkan rumah/ kantor dan terjebak kemacetan lalu lintas.  Konsumen pula yang akan menjadi faktor penting untuk terjadinya berbagai inovasi di arena berbelanja maya ini sesuai dengan tuntutan kebutuhan mereka. 
            Di sisi lain, e-commerce bagi perusahaan menawarkan efisiensi dan perolehan banyak dengan modal sekecil-kecilnya.  Teknologi Internet membuka mata dan telinga para pelaku bisnis ini untuk maju dan berani bersaing di pasar global.



Referensi:

1.      Frank, Malcolm.  “The Realities of Web-based Electronic Commerce”.  World Wide Web.  Accessed 26 September 1998http://library.claremont.edu/ovidweb70/o…y&ST=3&R=1&totalCit=1&D=infoz&S=10917525.
2.      Gray, Paul; King, William R. Management of Information Systems. San Diego, California: The Dryden Press,1994.
3.      Kalakota, Ravi and Whinston, Andrew B.  Electronic Commerce: A Manager’s GuideReading, Massachusetts: Addison-Wesley, 1997.
4.      Karakayas, Fahri and Karakayas, Fera.  “Doing Business on the Internet”.  World Wide Web.  Accessed 14 September 1998. http://library.claremont.edu/ovidweb70/o…T=3&R=25&totalCit=246&D=infoz&S=10528545

Tidak ada komentar:

Posting Komentar