Rabu, 29 Agustus 2012

Business Continuity Plan (BCP)


Sekilas Business Continuity Plan (BCP): Langkah-langkah Penyelamatan Operasional Perusahaan Saat Darurat
Oleh: Lukman Abdurrahman


Pendahuluan

Sebuah perusahaan didirikan dengan maksud untuk menjalankan bisnis pada rentang  waktu yang tidak ditentukan. Dengan kata lain, bisnis yang akan dijalankan sejatinya ingin terus menerus berjalan dengan tidak berbatas waktu, bahkan tersirat di dalamnya supaya bisnis ini makin hari makin menggurita.  Tidak hanya dalam satu sektor saja, bahkan merambah ke dalam sektor-sektor bisnis lainnya.  Dari satu perusahaan menjadi dua, tiga bahkan beberapa perusahaan, yang kemudian lazimnya diikat dalam satu grup, suatu holding company.
Untuk mengupayakan ketahanan bisnis agar tetap berdaya saing, diperlukan langkah-langkah manajerial para pengelola perusahaan. Banyak langkah yang dapat ditempuh, baik langkah-langkah strategis, taktis maupun operasional.  Salah satu langkah strategis untuk tujuan ini adalah penerapan konsep Business Continuity Plan (BCP).
BCP merupakan sebuah proses yang dirancang guna mengurangi risiko bisnis perusahaan yang timbul akibat gangguan yang tak diinginkan pada fungsi-fungsi bisnis yang kritis, baik manual maupun otomatis. Termasuk ke dalamnya adalah sumber-sumber daya manusia maupun material yang mendukung fungsi-fungsi bisnis kritis tersebut.  Gangguan dapat berasal dari alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tornado, kebakaran dan lain-lain yang dapat menimbulkan kerusakan dan mengancam fasilitas-fasilitas bisnis.   Dapat pula gangguan tersebut berasal dari akibat kesalahan operasional atau fraud seperti gangguan tenaga listrik, telekomunikasi, serangan teroris, hacker, virus, kesalahan manusia dan lain-lain.

Kerangka BCP
BCP atau sebutan lain adalah Disaster Recovery Plan (DRP) lebih merupakan suatu proses daripada disebut sebagai sebuah proyek.  Dalam beberapa kasus DRP boleh jadi merupakan bagian dari BCP bergantung kepada skala bisnisnya. Tujuan akhir proses BCP tersebut adalah menyediakan respon lebih baik terhadap insiden-insiden yang mungkin menimpa kegiatan operasional dan manusia di lingkungan perusahaan, sehingga tetap mampu menyajikan pelayanan terbaik kepada para pelanggannya.   
Dalam hal proses BCP Sistem Informasi, pada dasarnya sama seperti BCP pada umumnya, hanya saja fokus perhatiannya lebih ditujukan pada kelangsungan proses sistem informasi yang sedang terancam.  BCP Sistem Informasi merupakan komponen utama suatu BCP perusahaan.  Hal ini akibat karena ketergantungan aktivitas perusahaan yang demikian besar pada sistem informasi.  Dalam beberapa hal sistem informasi merupakan komponen business enabler, atau bahkan telah menjadi bisnis utamanya sendiri.
Yang pasti bahwa BCP harus didasarkan pada strategi perusahaan. Oleh karenanya langkah-langkah BCP harus digelar mengikuti sifat bisnis sebagaimana nilai peran masing-masing aplikasi sistem informasi terhadap bisnis tersebut.  Proses BCP terdiri dari tahapan berikut:
  • Pembuatan kebijakan kelangsungan bisnis
  • Business Impact Analysis (BIA)
  • Pengembangan Prosedur BCP
  • Pengujian, Validasi, Modifikasi & Updating

Kebijakan Kelangsungan Bisnis
Kebijakan kelangsungan bisnis adalah tahap awal BCP dalam rangka mengenali proses-proses bisnis. Kebijakan ini harus bersifat proaktif dan meliputi pula terhadap pengendalian-pengendalian yang bersifat preventif, detektif dan korektif.  BCP sendiri merupakan pengendalian korektif yang paling kritis.
Langkah selanjutnya mengenali proses bisnis melalui risk assessment untuk mengidentifikasi:
o       risiko yang dihadapi masing-masing unit bisnis,
o       proses bisnis kunci/ penting yang harus segera beroperasi kembali dalam waktu cepat setelah terjadi gangguan,
o       cost-effective measures yang dapat diajukan dalam rangka mengatasi risiko,
o       penaksiran/ assessment harus dilakukan oleh pihak yang independen (bisa eksternal maupun internal perusahaan yang tugasnya memang untuk melakukan assessment atau audit ) secara formal dengan menggunakan metodologi tertentu.

Business Impact Analysis (BIA)
BIA bertujuan:
o       mengidentifikasi proses bisnis kunci/ penting yang harus segera beroperasi kembali secepatnya setelah gangguan terjadi,
o       menentukan kapan/ seberapa cepat proses bisnis kunci tersebut harus beroperasi kembali.
o       mengidentifikasi minimum resources yang diperlukan untuk pengoperasian kembali proses bisnis kunci tersebut.
Ada empat tahapan BIA, yakni:
§         pengumpulan bahan-bahan penilaian yang diperlukan,
§         melakukan vulnerability assessment, yakni proses identifikasi, kuantifikasi dan prioritasi terhadap kerentanan suatu sistem.  
§         menganalisis informasi yang telah diolah,
§         mendokumentasikan hasilnya dan menentukan saran-saran terhadap apa yang harus dilakukan

Pengembangan Prosedur BCP
Dalam pengembangan prosedur BCP hal-hal yang harus mendapat perhatian adalah pengklasfikasian operasional dan analisis kekritisannya, pengidentifikasian proses-proses sistem informasi yang mendukung fungsi-fungsi kritis bisnis dan pengembangan  prosedur pengoperasian kembali (resumption procedures).
Pada tahap ini:  
o       Data yang diperlukan adalah kajian dampak bisnis, dokumen strategi persyaratan dan recovery, kebijakan kelangsungan bisnis, data unit bisnis (job description, dll.),
o       BCP dibentuk untuk seluruh unit bisnis yang ada dan harus dibuat daftar kewajiban untuk masing-masing tim recovery dari tiap unit tersebut,
o       Daftar kewajiban berisi langkah-langkah yang harus ditempuh, dan bukan bagaimana menempuhnya,
o       Selama masa recovery, rasa saling ketergantungan antara satu unit bisnis dengan unit bisnis lainnya harus dibangun,
o       BCP harus diuji dan anggota tim recovery harus mendapatkan sosialisasi,
o       Setiap ada perubahan pada BCP harus dikontrol secara ketat,
o       Setiap perubahan BCP, dokumen lama harus dimusnahkan (untuk menghindari kebingungan dokumen yang dipakai).

Pengujian, Validasi, Modifikasi & Updating
Pada tahap ini beberapa hal yang menjadi perhatian adalah sebagai berikut:
o       Pengujian yang dilakukan merupakan training dan pengalaman dalam penerapan BCP,
o       Pengujian harus direncanakan dengan cermat, jangan sampai pelaksanaannya malah akan dapat menimbulkan gangguan baru karena kekeliruan ataupun kecerobohan yang terjadi selama pengujian,
o       Perubahan yang terdeteksi pada saat pengujian harus dicantumkan dalam BCP dan dilakukan pengujian ulang,
o       Pemeliharaan BCP harus dilakukan secara berkala ( biasanya 6 bulan atau 1 tahun sekali),
o       Sukses program BCP adalah kepentingan dari setiap manajemen dan karyawan. Kepedulian akan BCP dapat ditingkatkan melalui kampanye dan informasi kepada seluruh karyawan. Apabila SDM dari suatu perusahaan sudah menguasai pengetahuan tentang BCP secara menyeluruh, maka konsultan terbaik untuk penyusunan, implementasi, pengujian dan maintenance adalah dari internal perusahaan itu sendiri.

Kesimpulan
Adalah merupakan suatu keniscayaan bagi perusahaan, khususnya PT Telkom, untuk menerapkan konsep Business Continuity Plan (BCP) sebagai antisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk terhadap peristiwa-peristiwa yang mengancam dan berada di luar kontrol.  BCP harus dibangun dengan dukungan manajemen dengan menerapkan langkah-langkah sistematis dan terencana. Langkah-langkah tersebut adalah:
·        Pembuatan kebijakan kelangsungan bisnis
·        Business Impact Analysis (BIA)
·        Pengembangan Prosedur BCP
·        Pengujian, Validasi, Modifikasi & Updating
Langkah-langkah teknis pembentukan BCP di Telkom, meliputi hal-hal berikut:
·        Identifikasi fungsionalitas bisnis yang kritis
·        Identifikasi sistem dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kritis.
·        Memperkirakan bencana dan ancaman potensial
·        Pemilihan Strategi Perencanaan
·        Implementasi Strategi
·        Pengujian dan Revisi Perencanaan


Daftar Pustaka
Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar