Balanced Scorecard: Sistem Instrument
Pengukur Kinerja Organisasi Bisnis
Oleh: Lukman Abdurrahman
Pendahuluan
Di sisi lain, perusahaan yang siap berkompetisi harus
memiliki manajemen yang efektif. Artinya
aktivitas bisnis yang dilakukan harus berpijak pada visi dan strategi yang
telah dirumuskan sebelumnya. Hal ini
selain untuk membuat sinergi seluruh komponen perusahaan juga mempermudah
pengukuran kinerja. Dengan ukuran yang
jelas, setiap penyimpangan yang terjadi akan mudah dideteksi. Selanjutnya, antara pengukuran kinerja dengan
realita akan diperoleh informasi yang memudahkan pengujian terhadap sejumlah
kebijaksanaan maupun tindakan.
Berdasarkan hal ini, adalah tidak mustahil mengubah sejumlah
kebijaksanaan bahkan strategi yang terbukti tidak handal menghadapi
persaingan.
Untuk tujuan di atas, Balanced Scorecard (BSC) menawarkan pendekatan pengukuran kinerja bisnis.
Dalam hal ini, BSC merupakan sebuah sistem instrumentasi bagi para pelaku usaha
untuk mengendalikan organisasi perusahaan guna memperoleh sukses kompetitif
tersebut. Pada prakteknya, BSC
mentranslasikan misi dan strategi perusahaan ke dalam sekumpulan parameter
bisnis yang dapat mewakili performansi organisasi secara komprehensif. Sehingga pada akhirnya akan terbentuk
kerangka pengukuran strategis untuk sistem manajemen perusahaan.
Balanced Scorecard
Berbeda dengan sistem pengukuran performansi perusahaan
sebelumnya yang hanya menitikberatkan pada sisi keuangan, BSC memotret kinerja
organisasi bisnis dari sudut pandang yang lebih luas. Yaitu dari empat perspektif: keuangan (finance), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business process) serta proses
belajar dan pertumbuhan (learning and
growth).
·
Keuangan
(Finance)
Perspektif
finansial berkaitan dengan persoalan yang berhubungan dengan para pemegang
saham (shareholders). Di sini, perspektif finansial menggambarkan
strategi bisnis dengan objektif-objektif finansial jangka panjang. Kemudian dikaitkan dengan aktivitas yang
dilakukan untuk mencapai objektif
tersebut. Selain dikaitkan dengan
ukuran-ukuran keuangan itu sendiri, perspektif ini juga dihubungkan dengan
objektif aspek pelanggan, proses bisnis internal dan proses belajar dan
pertumbuhan. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan keselarasan strategi perusahaan dan pelaksanaannya pada tindakan-tindakan di tiap-tiap lini yang
berkaitan, sehingga memenuhi kaidah hubungan sebab akibat (cause-and-effect relationship) antar masing-masing perspektif. Dalam hal ini perspektif keuangan menempati
posisi paling ujung dalam kaidah
tersebut, sehingga sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek lain yang menjadi masukannya,
yaitu tiga perspektif di belakangnya.
Yang menjadi ukuran-ukuran pada perspektif ini biasanya
adalah: operating income,
return-on-capital employed, economic value-added, sales growth, generation of
cash flow dan lain-lain.
·
Pelanggan
Perspektif pelanggan berhubungan dengan ukuran-ukuran yang
dapat merespon kekritisan para
pelanggan. Hal ini didasari oleh
kenyataan saat ini, bahwa dunia usaha berupaya selalu menyajikan nilai (value) perusahaan kepada para
pelanggannya dengan lebih baik. Nilai
perusahaan ini diantaranya meliputi waktu (time),
kualitas (quality), unjuk kerja dan
pelayanan (performance and service)
dan biaya (cost). Dalam BSC, nilai-nilai ini diukur dari
sejumlah ukuran (measures) yang
merepresentasikannya. Sebagai contoh,
nilai waktu diukur dari jumlah waktu yang diperlukan untuk menyajikan produk yang
dijanjikan kepada atau diinginkan oleh pelanggan. Nilai kualitas diukur dari tingkat kecacatan
produk/ layanan yang dipersepsikan oleh pelanggan dibandingkan dengan kondisi
rilnya atau dari ketepatan penyajian produk tersebut, dan seterusnya. Namun dapat disebutkan di sini bahwa secara
umum ukuran-ukuran pada perspektif pelanggan terdiri dari: customer satisfaction, customer retention, new customer acquisition,
loyalty, customer profitability dan market
and account share.
·
Proses bisnis
internal
Perspektif proses bisnis internal difokuskan pada
perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan dari sisi proses bisnis
internalnya. Hal tersebut makin jelas,
karena untuk menghasilkan kinerja perspektif pelanggan yang baik diperlukan
dukungan proses bisnis internal. Oleh
karena itu pengukuran pada perspektif ini harus berasal dari proses-proses
bisnis yang mempunyai dampak signifikan pada kepuasan pelanggan seperti: waktu
siklus (cycle time), kualitas,
keterampilan dan produktivitas pegawai dan lain-lain. Demikian pula para manajer perusahaan harus
mampu mengidentifikasi dan mengukur kompetensi utama (core competencies) perusahaan itu sendiri dan teknologi yang
diperlukan guna kelangsungan penguasaan pangsa pasar, penciptaan nilai-nilai
baru perusahaan, dan sebagainya.
Selanjutnya para manajer harus menentukan proses-proses mana saja yang
mendukung kompetensi perusahaan dan kemudian menspesifikasikan ukuran-ukuran
(measures) dari proses-proses tersebut untuk menjadi target pengukuran. Dalam perspektif ini yang menjadi perhatian
pengukuran umumnya adalah: quality,
response time, cost, dan new product
introductions.
·
Proses belajar
dan tumbuh
Perspektif belajar dan
tumbuh dikaitkan kepada sasaran improvisasi yang perlu dilakukan pada sisi
sumber daya manusia dan sistem informasi termasuk pemeliharaan
berkesinambungannya. Dua perspektif
sebelumnya mengidentifikasi parameter-parameter bisnis perusahaan pada
titik-titik yang dapat mengantarkan perusahaan sukses dalam berkompetisi. Namun
begitu, target sukses tersebut akan selalu berubah seiring dengan
akselerasi persaingan global yang demikian intens pula. Hal ini mengharuskan perusahaan melakukan
improvisasi-improvisasi berkelanjutan terhadap produk atau layanannya, demikian
juga pada proses-proses bisnisnya.
Lebih lanjut lagi, perusahaan tersebut harus memiliki kemampuan untuk
belajar guna melakukan inovasi terhadap nilai perusahaan (company’s value). Hal
demikian dapat diraih melalui kemampuan untuk meluncurkan produk/ layanan baru, menciptakan nilai-nilai baru untuk
pelanggan, dan memperbaiki proses bisnis menjadi lebih efisien. Cara ini diharapkan dapat mendongkrak
perusahaan menembus dan menciptakan
pangsa pasar baru sekaligus meningkatkan pendapatan serta margin
perusahaan. Singkatnya, perusahaan harus
tumbuh dan menaikkan nilai bagi shareholders-nya.
Di
sisi lain, pembinaan para pegawai termasuk yang harus diutamakan sebagai aset
utama perusahaan. Proses belajar harus
menjadi budaya perusahaan sehingga keterampilan para pegawai dapat dipelihara
bahkan ditingkatkan. Dalam hal ini, kebetahan
dan loyalitas karyawan akan menjadi ukuran berhasil tidaknya pendidikan pegawai
itu. Hal lain juga yang menunjang
perspektif ini adalah ketersediaan sistem informasi sebagai infrastruktur
proses pembelajaran dan pertumbuhan.
Pada perspektif ini sasaran pengukurannya meliputi tiga
kategori: pegawai (employees), sistem
dan prosedur organisasi. Pengukuran pada
sasaran pegawai adalah: employee
satisfaction, employee retention, dan employee
productivity. Sedangkan pada sistem dikaitkan dengan ketersediaan
sistem informasi.
Balanced Scorecard Sebagai
Sistem Manajemen Strategis
Sasaran BSC tidak pada sistem pengukuran operasional, namun
umumnya dikaitkan dengan manajemen strategis guna mengelola rencana-rencana
jangka panjang. Dalam hal ini, mengacu
pada konsep Oracle, BSC merupakan
salah satu modul dari Strategic
Enterprise Management (SEM). Oleh
karena itu, BSC memfasilitasi pula proses-proses manajemen kritis berikut
(lihat gambar):
- Mengklarifikasi dan mentranslasi visi dan strategi.
- Mengkomunikasikan dan membuat link antara objektif-objektif (objectives)
strategis dan ukuran-ukurannya.
- Merencanakan, menset target dan memadukan inisiatif-inisiatif
yang sifatnya strategis.
- Memperbaiki masukan-masukan balik strategis, juga proses
belajarnya.
Gambar Balanced Scorecard Sebagai Kerangka Strategis
Dalam penerapannya, BSC dilakukan berdasarkan sejumlah kepentingan
berikut:
-
Memperoleh
kejelasan dan memperkuat konsensus pada visi dan strategi perusahaan
-
Membangun tim
manajemen yang lebih solid pada sasaran leadership
development
-
Mengkomunikasikan visi dan strategi kepada jajaran
organisasi perusahaan
-
Menyelaraskan kegiatan operasional terhadap pencapaian
tujuan-tujuan strategis
-
Membuat
patokan target-target strategis
-
Mengaliansikan
sumber daya, program-program, strategi
dan investasi
-
Menyajikan
sarana pembelajaran manajemen strategis
-
Membangun
sebuah sistem umpan balik (a feedback
system)
Balanced Scorecard dapat diterapkan untuk berbagai tipe
organisasi: otonom, korporasi yang terdiri dari sekumpulan SBU (strategic business units), joint ventures, departemen-departemen
pendukung dalam suatu korporasi, dan organisasi lainnya. Sebagai sistem instrument manajemen
strategis, perancangan BSC dimulai dari penjabaran visi dan misi
organisasi. Sebelumnya, pencanangan
visi, yang nantinya akan berfungsi sebagai panduan terhadap arah bisnis
perusahaan, perlu dilakukan oleh pimpinan puncak organisasi usaha. Dalam tahap ini para senior manajer harus
pula menerjemahkan visi dan misi
tersebut ke dalam sejumlah strategi dan turunannya yang secara mudah dapat dipahami oleh seluruh
jajaran perusahaan. Selanjutnya harus
dilakukan proses sosialisasi visi dan strategi perusahaan sebagai bagian dari proses pendidikan pegawai. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa
pada gilirannya jajaran lini operasionallah yang harus merealisasikan visi
perusahaan ini ke dalam tindakan nyata.
Jika para pelaksana tersebut mengerti betul objektif-objektif tingkat
tinggi itu, mereka dapat dengan mudah membuat objektif-objektif lokal yang
mendukung strategi global di atasnya.
Langkah selanjutnya adalah membuat perencanaan dan
target-target terhadap ukuran-ukuran/ parameter BSC yang telah didefinisikan
sebelumnya. Dalam tahap ini, para
manajer diharapkan mampu untuk mengkuantifikasikan hasil-hasil jangka panjang
yang mungkin dapat dicapai. Sebagai
contoh, pembuatan target tersebut dilakukan untuk jangka waktu 3 sampai 5 tahun
ke depan, yang secara manajerial sudah dapat dikatakan mewakili performa sebuah
perusahaan. Selain itu, para manajer pun
harus mampu mengidentifikasi mekanisme dan menyajikan semua sumber daya untuk
mencapai hasil-hasil di atas tersebut.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah, mereka pun harus mematok
target-target jangka pendek ukuran-ukuran scorecard
tersebut baik dari perspektif finansial maupun non finansial, termasuk tongak-tonggak (milestones) periode pengukurannya.
Proses manajemen akhir dalam perancangan sistem pengukuran
manajemen ini adalah menjadikan BSC sebagai sebuah kerangka belajar
strategis. Artinya, BSC harus merupakan
sarana bagi para manajer untuk mendapatkan umpan balik terhadap strategi yang
mereka rumuskan dan menguji hipotesa yang mendasari strategi tersebut. Hal ini sangat mungkin, karena BSC membantu para
manajer memonitor dan mengatur impelementasi strategi mereka, bahkan melakukan
perubahan-perubahan mendasar terhadap strategi tersebut. Dengan demikian pengukuran harus dilakukan
secara periodik untuk memonitor apakah target-target pada masing-masing
perspektif yang telah diset sebelumnya tercapai atau tidak. Hasil pantauan ini menjadi sarana umpan balik bagi para manajer guna perumusan-perumusan strategi berikutnya
atau mempertahankan strategi yang telah terbukti handal. Memperbaiki masukan-masukan balik strategis,
juga proses belajarnya.
Membuat link dari strategi ke dalam ukuran-ukuran BSC harus
memenuhi beberapa kriteria. BSC harus
terdiri dari kumpulan indikator atau key
success factors tidak hanya yang kritis, tapi mengandung faktor-faktor
lainnya. Kerangka ukuran-ukuran BSC
harus diturunkan dari diagram hubungan sebab-akibat performance drivers, dan kaitannya ke finansial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar