Rabu, 29 Agustus 2012

Balanced Scorecard


Balanced Scorecard: Sistem Instrument Pengukur Kinerja Organisasi Bisnis
Oleh: Lukman Abdurrahman

Pendahuluan

Gaya bisnis masa lalu dengan kini terlebih pada millenium ketiga sekarang akan sangat berbeda.  Hal ini ditandai dengan perubahan karakteristik bisnis itu sendiri sebagai akibat perubahan lingkungan usaha yang begitu cepat.  Alam monopoli yang telah demikian lama dinikmati perusahaan-perusahaan besar terutama yang dimiliki pemerintah berangsur-angsur dipaksa masuk ke arena persaingan seiring keterbukaan perdagangan antar negara.  Pada gilirannya, perubahan paradigma bisnis dari monopoli ke kompetisi tersebut menghendaki perubahan pola manajemennya pula.  Manajemen yang sentralistik dan kaku sudah barang tentu harus ditinggalkan guna memudahkan perusahaan menjadi adaptif bermain di lingkungan persaingan.  Demikian pula cetak biru (blue print) perusahaan yang direpresentasikan dalam visi, misi dan strategi harus didefinisikan dengan jelas guna memberikan arah bisnis bagi seluruh komponen perusahaan.

Di sisi lain, perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen yang efektif.  Artinya aktivitas bisnis yang dilakukan harus berpijak pada visi dan strategi yang telah dirumuskan sebelumnya.  Hal ini selain untuk membuat sinergi seluruh komponen perusahaan juga mempermudah pengukuran kinerja.  Dengan ukuran yang jelas, setiap penyimpangan yang terjadi akan mudah dideteksi.  Selanjutnya, antara pengukuran kinerja dengan realita akan diperoleh informasi yang memudahkan pengujian terhadap sejumlah kebijaksanaan maupun tindakan.  Berdasarkan hal ini, adalah tidak mustahil mengubah sejumlah kebijaksanaan bahkan strategi yang terbukti tidak handal menghadapi persaingan. 
Untuk tujuan di atas, Balanced Scorecard (BSC)  menawarkan pendekatan pengukuran kinerja bisnis. Dalam hal ini, BSC merupakan sebuah sistem instrumentasi bagi para pelaku usaha untuk mengendalikan organisasi perusahaan guna memperoleh sukses kompetitif tersebut.  Pada prakteknya, BSC mentranslasikan misi dan strategi perusahaan ke dalam sekumpulan parameter bisnis yang dapat mewakili performansi organisasi secara komprehensif.  Sehingga pada akhirnya akan terbentuk kerangka pengukuran strategis untuk sistem manajemen perusahaan.

Balanced Scorecard

Berbeda dengan sistem pengukuran performansi perusahaan sebelumnya yang hanya menitikberatkan pada sisi keuangan, BSC memotret kinerja organisasi bisnis dari sudut pandang yang lebih luas.  Yaitu dari empat perspektif: keuangan (finance), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business process) serta proses belajar dan pertumbuhan (learning and growth).

·        Keuangan (Finance) 
Perspektif finansial berkaitan dengan persoalan yang berhubungan dengan para pemegang saham (shareholders).  Di sini, perspektif finansial menggambarkan strategi bisnis dengan objektif-objektif finansial jangka panjang.  Kemudian dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan untuk mencapai objektif  tersebut.  Selain dikaitkan dengan ukuran-ukuran keuangan itu sendiri, perspektif ini juga dihubungkan dengan objektif aspek pelanggan, proses bisnis internal dan proses belajar dan pertumbuhan.  Hal ini bertujuan untuk menunjukkan keselarasan strategi perusahaan dan pelaksanaannya  pada tindakan-tindakan di tiap-tiap lini yang berkaitan, sehingga memenuhi kaidah hubungan sebab akibat (cause-and-effect relationship) antar masing-masing perspektif.  Dalam hal ini perspektif keuangan menempati posisi  paling ujung dalam kaidah tersebut, sehingga sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek lain yang menjadi masukannya, yaitu tiga perspektif di belakangnya.
Yang menjadi ukuran-ukuran pada perspektif ini biasanya adalah: operating income, return-on-capital employed, economic value-added, sales growth, generation of cash flow  dan lain-lain.

·        Pelanggan
Perspektif pelanggan berhubungan dengan ukuran-ukuran yang dapat merespon  kekritisan para pelanggan.  Hal ini didasari oleh kenyataan saat ini, bahwa dunia usaha berupaya selalu menyajikan nilai (value) perusahaan kepada para pelanggannya dengan lebih baik.  Nilai perusahaan ini diantaranya meliputi waktu (time), kualitas (quality), unjuk kerja dan pelayanan (performance and service) dan biaya (cost).   Dalam BSC, nilai-nilai ini diukur dari sejumlah ukuran (measures) yang merepresentasikannya.  Sebagai contoh, nilai waktu diukur dari jumlah waktu yang diperlukan untuk menyajikan produk yang dijanjikan kepada atau diinginkan oleh pelanggan.  Nilai kualitas diukur dari tingkat kecacatan produk/ layanan yang dipersepsikan oleh pelanggan dibandingkan dengan kondisi rilnya atau dari ketepatan penyajian produk tersebut, dan seterusnya.   Namun dapat disebutkan di sini bahwa secara umum ukuran-ukuran pada perspektif pelanggan terdiri dari: customer satisfaction, customer retention, new customer acquisition, loyalty, customer profitability dan market and account share.

·        Proses bisnis internal  
Perspektif proses bisnis internal difokuskan pada perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan dari sisi proses bisnis internalnya.  Hal tersebut makin jelas, karena untuk menghasilkan kinerja perspektif pelanggan yang baik diperlukan dukungan proses bisnis internal.   Oleh karena itu pengukuran pada perspektif ini harus berasal dari proses-proses bisnis yang mempunyai dampak signifikan pada kepuasan pelanggan seperti: waktu siklus (cycle time), kualitas, keterampilan dan produktivitas pegawai dan lain-lain.  Demikian pula para manajer perusahaan harus mampu mengidentifikasi dan mengukur kompetensi utama (core competencies) perusahaan itu sendiri dan teknologi yang diperlukan guna kelangsungan penguasaan pangsa pasar, penciptaan nilai-nilai baru perusahaan, dan sebagainya.    Selanjutnya para manajer harus menentukan proses-proses mana saja yang mendukung kompetensi perusahaan dan kemudian menspesifikasikan ukuran-ukuran (measures) dari proses-proses tersebut untuk menjadi target pengukuran.   Dalam perspektif ini yang menjadi perhatian pengukuran umumnya adalah: quality, response time, cost, dan new product introductions.  
  
·        Proses belajar dan tumbuh
      Perspektif belajar dan tumbuh dikaitkan kepada sasaran improvisasi yang perlu dilakukan pada sisi sumber daya manusia dan sistem informasi termasuk pemeliharaan berkesinambungannya.  Dua perspektif sebelumnya mengidentifikasi parameter-parameter bisnis perusahaan pada titik-titik yang dapat mengantarkan perusahaan sukses dalam berkompetisi.   Namun  begitu, target sukses tersebut akan selalu berubah seiring dengan akselerasi persaingan global yang demikian intens pula.  Hal ini mengharuskan perusahaan melakukan improvisasi-improvisasi berkelanjutan terhadap produk atau layanannya, demikian juga pada proses-proses bisnisnya.   Lebih lanjut lagi, perusahaan tersebut harus memiliki kemampuan untuk belajar guna melakukan inovasi terhadap nilai perusahaan (company’s value).  Hal demikian dapat diraih melalui kemampuan untuk meluncurkan produk/ layanan  baru, menciptakan nilai-nilai baru untuk pelanggan, dan memperbaiki proses bisnis menjadi lebih efisien.  Cara ini diharapkan dapat mendongkrak perusahaan  menembus dan menciptakan pangsa pasar baru sekaligus meningkatkan pendapatan serta margin perusahaan.  Singkatnya, perusahaan harus tumbuh dan menaikkan nilai bagi shareholders-nya.

      Di sisi lain, pembinaan para pegawai termasuk yang harus diutamakan sebagai aset utama perusahaan.  Proses belajar harus menjadi budaya perusahaan sehingga keterampilan para pegawai dapat dipelihara bahkan ditingkatkan.  Dalam hal ini, kebetahan dan loyalitas karyawan akan menjadi ukuran berhasil tidaknya pendidikan pegawai itu.     Hal lain juga yang menunjang perspektif ini adalah ketersediaan sistem informasi sebagai infrastruktur proses pembelajaran dan pertumbuhan.

Pada perspektif ini sasaran pengukurannya meliputi tiga kategori: pegawai (employees), sistem dan prosedur organisasi.  Pengukuran pada sasaran pegawai adalah: employee satisfaction, employee retention, dan employee productivity.   Sedangkan pada sistem dikaitkan dengan ketersediaan sistem informasi. 

Balanced Scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategis

Sasaran BSC tidak pada sistem pengukuran operasional, namun umumnya dikaitkan dengan manajemen strategis guna mengelola rencana-rencana jangka panjang.  Dalam hal ini, mengacu pada konsep Oracle, BSC merupakan salah satu modul dari Strategic Enterprise Management (SEM).  Oleh karena itu, BSC memfasilitasi pula proses-proses manajemen kritis berikut (lihat gambar):

- Mengklarifikasi dan mentranslasi visi dan strategi.
- Mengkomunikasikan dan membuat link antara objektif-objektif (objectives) strategis dan ukuran-ukurannya.
- Merencanakan, menset target dan memadukan inisiatif-inisiatif yang sifatnya strategis.
- Memperbaiki masukan-masukan balik strategis, juga proses belajarnya.

  
Gambar   Balanced Scorecard Sebagai Kerangka Strategis

 





















Dalam penerapannya, BSC dilakukan berdasarkan sejumlah kepentingan berikut:

-         Memperoleh kejelasan dan memperkuat konsensus pada visi dan strategi perusahaan
-         Membangun tim manajemen yang lebih solid pada sasaran leadership development
-         Mengkomunikasikan visi dan strategi kepada jajaran organisasi perusahaan
-         Menyelaraskan kegiatan operasional terhadap pencapaian tujuan-tujuan strategis
-         Membuat patokan target-target strategis
-         Mengaliansikan sumber daya, program-program, strategi  dan investasi
-         Menyajikan sarana pembelajaran manajemen strategis
-         Membangun sebuah sistem umpan balik (a feedback system)

Balanced Scorecard dapat diterapkan untuk berbagai tipe organisasi: otonom, korporasi yang terdiri dari sekumpulan SBU (strategic business units), joint ventures, departemen-departemen pendukung dalam suatu korporasi, dan organisasi lainnya.   Sebagai sistem instrument manajemen strategis, perancangan BSC dimulai dari penjabaran visi dan misi organisasi.  Sebelumnya, pencanangan visi, yang nantinya akan berfungsi sebagai panduan terhadap arah bisnis perusahaan, perlu dilakukan oleh pimpinan puncak organisasi usaha.  Dalam tahap ini para senior manajer harus pula menerjemahkan visi dan misi  tersebut ke dalam sejumlah strategi dan turunannya  yang secara mudah dapat dipahami oleh seluruh jajaran perusahaan.  Selanjutnya harus dilakukan proses sosialisasi visi dan strategi perusahaan  sebagai bagian dari proses pendidikan pegawai.   Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa pada gilirannya jajaran lini operasionallah yang harus merealisasikan visi perusahaan ini ke dalam tindakan nyata.  Jika para pelaksana tersebut mengerti betul objektif-objektif tingkat tinggi itu, mereka dapat dengan mudah membuat objektif-objektif lokal yang mendukung strategi global di atasnya.    

Langkah selanjutnya adalah membuat perencanaan dan target-target terhadap ukuran-ukuran/ parameter BSC yang telah didefinisikan sebelumnya.  Dalam tahap ini, para manajer diharapkan mampu untuk mengkuantifikasikan hasil-hasil jangka panjang yang mungkin dapat dicapai.  Sebagai contoh, pembuatan target tersebut dilakukan untuk jangka waktu 3 sampai 5 tahun ke depan, yang secara manajerial sudah dapat dikatakan mewakili performa sebuah perusahaan.  Selain itu, para manajer pun harus mampu mengidentifikasi mekanisme dan menyajikan semua sumber daya untuk mencapai hasil-hasil di atas tersebut.   Dan yang tak kalah pentingnya adalah, mereka pun harus mematok target-target jangka pendek ukuran-ukuran scorecard tersebut baik dari perspektif finansial maupun non finansial, termasuk  tongak-tonggak (milestones) periode pengukurannya.        

Proses manajemen akhir dalam perancangan sistem pengukuran manajemen ini  adalah menjadikan BSC  sebagai sebuah kerangka belajar strategis.  Artinya, BSC harus merupakan sarana bagi para manajer untuk mendapatkan umpan balik terhadap strategi yang mereka rumuskan dan menguji hipotesa yang mendasari strategi tersebut.  Hal ini sangat mungkin, karena BSC membantu para manajer memonitor dan mengatur impelementasi strategi mereka, bahkan melakukan perubahan-perubahan mendasar terhadap strategi tersebut.   Dengan demikian pengukuran harus dilakukan secara periodik untuk memonitor apakah target-target pada masing-masing perspektif yang telah diset sebelumnya tercapai atau tidak.   Hasil pantauan ini  menjadi sarana umpan balik bagi para manajer  guna perumusan-perumusan strategi berikutnya atau mempertahankan strategi yang telah terbukti handal.  Memperbaiki masukan-masukan balik strategis, juga proses belajarnya.

Membuat link dari strategi ke dalam ukuran-ukuran BSC harus memenuhi beberapa kriteria.  BSC harus terdiri dari kumpulan indikator atau key success factors tidak hanya yang kritis, tapi mengandung faktor-faktor lainnya.  Kerangka ukuran-ukuran BSC harus diturunkan dari diagram hubungan sebab-akibat performance drivers, dan kaitannya ke finansial. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar