Selasa, 04 September 2012

Internal Control


Belajar Internal Control dari Paman Sam
Oleh: Lukman Abdurrahman
Tuntutan pengelolaan perusahaan secara benar (good corporate governance) telah menjadi keniscayaan bagi suatu perusahaan karena berkaitan dengan tingkat kesehatan perusahaan itu sendiri.   Hal ini sangat kentara terutama bagi perusahaan publik yang dituntut efektif dan efisien.  Pengelolaan usaha saat ini telah demikian kompleks mengingat jejaringnya terkait dengan banyak pihak, mulai pemilik modal sampai masyarakat pemakai jasa/ produk perusahaan.  Tak ketinggalan adalah keterkaitan dengan otoritas pengelola pasar modal (regulator) dan regulasinya itu sendiri.  Semua konstituen tersebut menghendaki terjadinya harmoni dalam perjalanan pengelolaan bisnis ini. Masalahnya, bagaimana harmoni ini bisa terjamin guna memuaskan semua pihak sementara perusahaan tetap efektif juga efisien?
Adalah tidak sederhana mencapai tuntutan tersebut mengingat kepentingan masing-masing pihak kadang agak sulit dikompromikan.  Dalam hal ini perlu diupayakan berlakunya aturan main yang dapat dipedomani bersama sehingga perjalanan dan muara pengelolaan perusahaan dapat dipantau dan diperkirakan ujungnya.  Sebagai pihak yang paling dominan dalam pengelolaan, jajaran direksi dan manajemen umumnya adalah yang paling berkepentingan dengan aturan main ini.  Begitu pula jika dilihat dari hasil kerja regulator, regulasi yang dihasilkan banyak bersinggungan dengan peran pimpinan perusahaan tersebut.  Namun dalam prakteknya, para pimpinan perusahaan sering kali dihadapkan pada suatu tantangan yang mengharuskan mereka bertindak kreatif dan menerobos.  Tindakan demikian, disamping mungkin baik bagi kelancaran bisnis, dapat pula menyimpan potensi penyimpangan yang dapat merobohkan sendi-sendi perusahaan.  Penyimpangan inilah, baik dilakukan dengan sengaja atau tidak, yang patut diwaspadai.  Telah banyak perusahaan di dalam atau luar negeri yang bangkrut akibat ulah para pimpinannya yang bertindak terlalu ‘kreatif’namun berujung kerugian stake holders.  Sebut saja misalnya sejumlah bank dalam negeri yang bangkrut akibat pengucuran kredit ke lingkungan sendiri yang mengakibatkan kemacetan likuiditas.  Demikian pula perusahaan sekelas Enron atau WorldCom di Amerika Serikat harus bangkrut akibat hasil negatif sistem akuntansi karena perilaku tim manajemennya.
Internal Control
Oleh karena itu dalam menjalankan kegiatan operasional, jajaran pengelola perusahaan perlu dikawal oleh seperangkat konsep manajemen dan tim internal audit guna mendeteksi potensi-potensi yang berakibat pada penyimpangan.  Konsep manajemen yang relatif lama namun bergaung kembali saat ini adalah pengendalian internal (internal control). Konsep ini mencuat paska kebangkrutan Enron dengan digulirkannya sebuah undang-undang pasar modal Amerika Serikat, yaitu the Sarbanes-Oxley Act of 2002 (SOX).  Adapun konsep internal control yang diadopsi SOX berasal dari Internal Control-The COSO Framework.  COSO adalah suatu organisasi swasta yang berdedikasi pada perbaikan kualitas laporan keuangan melalui penerapan etika bisnis, internal control yang efektif dan pengelolaan perusahaan yang baik.
Terdapat banyak pasal dalam undang-undang ini, namun yang paling berkaitan dengan kepentingan perusahaan publik Indonesia yang terdaftar di Amerika Serikat adalah pasal 302 dan 404.  Saat ini perusahaan Indonesia yang terdaftar pada bursa saham New York Stock Exchange (NYSE) adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.  Pasal 302 berkaitan dengan kewajiban seritifikasi laporan keuangan perusahaan oleh direktur utama dan direktur keuangan yang dilengkapi dengan implementasi internal control yang efektif.  Adapun pasal 404 SOX 404 menghendaki perusahaan-perusahaan mengevaluasi efektivitas internal control dalam operasional harian untuk mendukung kebenaran pelaporan keuangan. Dalam hal ini perusahaan harus:
'        Mendokumentasikan prosedur dan internal control eksisting yang berkaitan dengan pelaporan keuangan
'        Menguji efektivitas prosedur dan internal control eksisting
'        Melaporkan hal-hal yang menjadi rintangan jalannya internal control pada area-area bisnis tertentu.
Internal control memungkinkan manajemen mengantisipasi kondisi perekonomian dan situasi persaingan yang berubah cepat, skala prioritas kebutuhan pelanggan dan restrukturisasi guna menyongsong pertumbuhan ke depan.  Internal control juga mengunggulkan pengelolaan perusahaan secara efisien, mengurangi risiko kehilangan aset, menjamin kehandalan laporan keuangan dan mentaati hukum dan regulasi yang berlaku baik internal maupun eksternal. Oleh karena itu, internal control dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang ditujukan untuk menciptakan garansi yang beralasan dan wajar (reasonable assurance) dalam mencapai sasaran-sasaran:
'        Efektivitas dan efisiensi operasi
'        Kehandalan laporan keuangan
'        Pemenuhan terhadap tuntutan hukum dan regulasi yang berlaku.
Definisi di atas membawa konsekuensi kepada hal-hal berikut, yaitu bahwa internal control merupakan proses yang dinamis, dijalankan oleh manusia, memberikan jaminan wajar dengan mengarah pada tiga sasaran di atas.  Dalam hal internal control sebagai proses, maka ia merupakan bagian yang melekat pada proses bisnis keseluruhan sejak hulu sampai ke hilir dan bukan hanya di hilirnya saja. Jadi internal control bukan suatu prosesi yang berlangsung sekali saja atau bersifat insidental, namun merupakan serangkaian aktivitas yang menyisip pada setiap kegiatan entitas-entitas bisnis. 
Internal control merupakan suatu alat (tool) yang mesti didayagunakan oleh manajemen dan bukan sebagai pengambil alih peran manajemen itu sendiri.  Artinya internal control harus “dibangun di dalam” (built in) dan bukan “dibangun di atas” (built on).  Konsep tersebut berkebalikan dengan anggapan sementara orang yang berpandangan bahwa internal control sebagai sesuatu yang ditambahkan ke dalam aktivitas-aktivitas suatu entitas atau bahkan sebagai beban tambahan. 
Di  sisi lain, internal control harus melibatkan banyak orang pada semua tingkatan perusahaan.  Karena itu, tumpukan formulir pengendalian dan petunjuk teknis operasional tidak boleh berhenti pada suatu tingkatan tertentu saja, semua strata  harus berkomitmen menjalani kegiatan operasional dan manajerial melalui prosedur yang telah ditetapkan. 
Selanjutnya perlu disadari bahwa internal control sebagus apa pun desain dan operasinya, hanya mampu menyajikan jaminan yang beralasan alias wajar (reasonable assurance) dan tidak memberikan jaminan mutlak (absolute assurance).  Hal ini disebabkan terdapat keterbatasan bawaan pada semua sistem internal control. Begitu pula bahwa pertimbangan manusia dalam membuat keputusan, termasuk pada aktivitas dan pengujian internal control, dapat saja keliru yang pada gilirannya menuntut tanggung jawab yang memerlukan pengendalian pula.  Disamping itu, manajemen dapat saja mengabaikan sistem internal control atau malah terlalu merekayasa prosesnya.
Pengujian Internal Control
Internal control dalam suatu entitas bisnis secara berkala harus ditinjau ulang guna menilai efektivitasnya.  Peninjauan meliputi dua kegiatan yaitu system review dan test of control. System review berhubungan dengan kegiatan penilaian yang melekat pada proses bisnis secara menyeluruh (walkthrough), sehingga dapat diketahui efektivitas internal control dari sisi rancangannya (design).  Sedangkan test of control merupkan kegiatan untuk menguji efektivitas internal control dari sisi operasionalnya dengan menilai kecukupan dokumen-dokumen pengendalian sebagai buktinya. 
Pengujian internal control pada dasarnya dapat dilakukan oleh masing-masing entitas bisnis sebagai pemilik proses. Kegiatan ini lazim dinamakan Control Self Assessment (CSA).  Namun untuk menilai efektivitas menyeluruh pada perusahaan harus dilakukan oleh Tim Internal Auditor sebagai entitas bisnis independen.  Independensi diperlukan sebagai upaya meminimalisasi kecenderungan keberpihakan dalam melakukan tugas penilaian terhadap entitas-entitas bisnis yang diaudit (auditee) atau terhadap manajemen yang menginstruksikan kegiatan audit tersebut.   Dengan demikian hasil-hasil temuan dalam kegiatan audit diusahakan sebagai hal yang murni temuan dan tidak direkayasa. Sehingga pada gilirannya tujuan semula, pengujian efektivitas internal control, dapat tercapai. 
Bagi perusahaan publik yang terdaftar di NYSE, seperti PT. Telkom, pengujian internal control per tahun akan dilakukan pula oleh Tim Auditor Eksternal.  Tim ini merupakan kelompok auditor yang telah ditentukan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) sebagai pemegang otoritas pasar modal Amerika Serikat.  Tim akan menilai kecukupan pelaksanaan internal control sehingga dapat meyakini bahwa laporan keuangan yang diterbitkan dapat dipercaya adanya.  Penilaian oleh tim eksternal ini dapat dikatakan mutlak keharusannya sehingga USSEC sudah mematok perusahaan-perusahaan bersangkutan, seperti PT. Telkom, wajib mematuhi ketentuan internal control untuk mendukung laporan keuangan ini sejak 15 Juli 2006.  Artinya sejak tanggal tersebut efektivitas internal control akan dinilai langsung oleh tim tersebut.
Untuk mendorong supaya perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham Amerika Serikat menerbitkan laporan keuangan dan menerapkan sistem internal control-nya secara sungguh-sungguh, SOX tak lupa menyertakan sanksi bagi para pelanggarnya.  Pasal 906 adalah pasal yang menegaskan sanksi bagi para pelanggar ini, yaitu bagi siapa pun yang mensertifikasi laporan keuangan atau lainnya tidak sesuai ketentuan maka akan dikenakan denda maksimal USD 1,000,000.00 (satu juta dollar Amerika Serikat) atau kurungan maksimal 10 tahun.  Dan bagi siapa saja yang secara sengaja mensertifikasi laporan tidak sesuai ketentuan, dikenakan denda maksimal USD 5,000,000.00 (lima juta dollar Amerika Serikat) atau kurungan maksimal 20 tahun.  Nah sekarang tinggal pilih, menantang sanksi ini atau mengelola perusahaan secara bersih...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar