Selasa, 04 September 2012

Auditing ICOFR


Merekat Hubungan Induk dan Anak Perusahaan Melalui Auditing ICOFR di Lingkungan PT. Telkom
Oleh: Lukman Abdurrahman

Pendahuluan

Jika diamati secara seksama, jejaring dunia bisnis dalam menghasilkan produk baik barang maupun jasa terbagi ke dalam tiga pola dasar.  Pertama adalah pola “vertically integrated firm”, yaitu perusahaan yang mengikuti teori ekonomi tradisional yang menempatkan perusahaan sebagai pusat seluruh aktivitas produksi.  Kedua adalah “selective sourcing”, merupakan pola yang dipilih perusahaan dengan cara melakukan outsourcing untuk aktivitas-aktivitas yang berisiko rendah saja.  Dengan kemajuan teknologi informasi yang makin baik, pola pengelolaan perusahaan selanjutnya bergeser menjadi “virtual corporation”. Pola ini memungkinkan perusahaan menyerahkan mayoritas aktivitas produksinya kepada pihak lain, mengeliminasi perantara pada sektor jalur distribusi, sedang perusahaan itu sendiri hanya mengelola core competency-nya saja. 
Tiga jenis pola pengelolaan di atas merupakan model dunia usaha dalam menyelenggarakan aktivitasnya.  Apapun bentuk pola tersebut, hal mendasar lain yang berkaitan dengan pola-pola tersebut adalah bagaimana mengatur hubungan interorganisasinya sendiri.  Lebih-lebih, walaupun perusahaan saat ini cenderung hanya  mengelola bisnis intinya namun di luar orbitnya juga memiliki sejumlah perusahaan afiliasi atau bahkan membentuk suatu extended enterprise guna berkongsi dengan perusahaan-perusahaan lain dalam meluncurkan produk baru.
Adalah suatu tuntutan beralasan dan logis untuk meningkatkan peran komunikasi manakala terjadi kemandegan dalam suatu aktivitas pengelolaan perusahaan.  Hal ini akan memperoleh pembenaran jika kita menyimak apa kata Henry Clay – seorang pakar manajemen – yang berkata bahwa “effective leadership means effective communication”.  Komunikasi menjadi kunci yang cukup efektif untuk mencairkan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang menghadang pada proses manajemen, sehingga aktivitas pengelolaan perusahaan tetap berputar lancar.  Komunikasi dapat diwujudkan dalam berbagai cara dan media serta kiat-kiat manajemen maupun aktivitas auditing.
Langkah-langkah Strategis Manajerial
Seiring dengan tuntutan penyelenggaraan manajemen perusahaan secara efektif dan efisien, maka wajar pihak pengelola perusahaan melakukan sejumlah langkah besar guna menyikapi hal ini.  Langkah-langkah tersebut terdiri dari tiga kata kunci, yaitu: restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi.  Ketiganya saling terkait karena yang satu menguatkan yang lain.  Langkah-langkah ini dapat dilakukan oleh suatu perusahaan, baik sebagai perusahaan induk maupun terhadap anak-anak perusahaannya (afiliasi) guna membuka sekat-sekat birokrasi dan komunikasi.
Setyanto P. Santosa menyatakan bahwa restrukturisasi adalah upaya untuk meningkatkan posisi daya saing perusahaan melalui penajaman fokus bisnis, perbaikan skala usaha dan penciptaan core competencies.  Selanjutnya beliau mendefinisikan bahwa profitisasi adalah upaya meningkatkan secara agresif efisiensi perusahaan sehingga mencapai profitibilitas dan nilai perusahaan yang optimal. Sedangkan privatisasi merupakan upaya peningkatan kegiatan penyebaran kepemilikan perusahaan kepada masyarakat umum, swasta (baik nasional maupun asing) sehingga memudahkan perusahaan untuk akses pada  pendanaan, teknologi, manajemen modern dan pasar.
Langkah-langkah di atas perlu ditempuh seiring perubahan dinamis lingkungan bisnis  sehingga pada gilirannya perusahaan tersebut memiliki daya saing dan daya cipta tinggi untuk kemudian akan mampu unggul di pasar global.
Langkah-langkah strategis di atas perlu dijalankan secara komprehensif, artinya dilakukan baik pada tataran manajerial/ struktural maupun pada tataran kultural perusahaan.  Tiga langkah besar itu lebih banyak dialamatkan kepada tataran manajerial perusahaan. Perlu pula diupayakan langkah-langkah besar dalam mengubah paradigma dunia usaha pada aspek-aspek kultural dan spiritual perusahaan.  Aspek kultural/ spiritual perusahaan dapat ditemukan pada – meminjam istilah COSO framework – lingkungan kontrol (control environment) yang harus diupayakan menjadi mumpuni, misalnya dalam pemerataan keadilan dalam memperlakukan sumber daya manusia. Nabi Muhammad SAW dalam hal ini pernah menyatakan bahwa apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.  Hal ini mudah dipahami karena manusia merupakan aset paling utama dalam suatu perusahaan, sehingga apabila sumber daya ini terganggu keseimbangannya dapat meruntuhkan sendi-sendi perusahaan itu sendiri.   
Lingkungan kontrol perlu dibuat kondusif karena merupakan bagian soft control yang akan menjadi acuan langkah-langkah taktis dan teknis berikutnya pada tataran struktural/ manajerial (hard control). 
Hubungan Induk dan Anak Perusahaan
Dalam kaitan penyelenggaraan aktivitas bisnis yang melingkupi sejumlah perusahaan dan tergabung dalam sebuah grup yang lazim disebut holding company, Setyanto P. Santosa meyakini bahwa grup tersebut bukan tujuan tetapi hanya alat untuk mencapai tujuan yakni pembentukan perusahaan yang berdaya saing dan berdaya cipta tinggi.
Oleh karena grup perusahaan tadi hanyalah sebagai alat, maka Fauzi Arif  mengingatkan bahwa kesalahan dalam menerapkan manajemen proses pengendalian hubungan parent-subsidiary corporation bisa menyebabkan kegagalan bisnis perusahaan. Untuk itu Ge Chen dan Xu Jinfa dari Zhejiang University dalam papernya memperkenalkan 3 (tiga) langkah dalam manajemen pengendalian yang efektif bagi hubungan parent-subsidiary corporations, yaitu:
1.      Langkah persiapan (Preparation step)
Langkah ini menawarkan tiga prosedur utama yang harus dikendalikan oleh perusahaan induk yaitu strategy control, investment control dan executive control.  Strategy control merupakan proses penentuan dan pemilihan strategi bagi  pimpinan kedua perusahaan induk dan anak yang terlibat dalam formulasi rencana-rencana jangka panjang dan strategis. Paling sedikit ada tiga hal yang mengharuskan  keterlibatan perusahaan induk melakukan hal ini yaitu:
·        Profit-oriented, perusahaan induk menginvestasikan dananya demi memperoleh keuntungan.
·        Function-oriented, perusahaan induk berinvestasi di anak perusahaan dengan tujuan mempromosikan kompetensinya akan fungsi tertentu yang penting artinya bagi perusahaan induk dalam rangka memelihara dan meningkatkan keunggulan kompetitifnya.
·        Scale-oriented, perusahaan induk jelas ingin melebarkan sayapnya atau setidaknya pasar dan yang lain.
Investment control merupakan pembuatan keputusan dalam hal investasi terutama menyangkut nilainya dan pembagian dari saham. Nilai investasi yang tidak terkontrol akan bisa mengganggu kinerja keuangan kedua perusahaan. Sedang executive control meliputi kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap management control di anak perusahaan.
2.      Langkah eksekutif (Executive step)
Pada langkah ini anak perusahaan melakukan proses pengendalian mandiri sebagai suatu institusi bisnis dan tetap berinteraksi dengan perusahaan induk. Namun perusahaan induk tetap harus melakukan pengendalian yang efektif terhadap anak perusahaan melalui functional control.  Contoh langkah ini adalah pengendalian teknologi kunci seperti yang ditempuh Coca Cola dengan melakukan pengendalian melalui formulanya.  Atau contoh lain adalah pengendalian pasokan yang dilakukan Philips dengan mengendalikan lebih dari 60% komponen yang digunakan  pabriknya di China.
3.      Langkah perbaikan (Revision step)
Langkah ini dapat merupakan konsekuensi dari apa yang dilakukan pada langkah pertama sehingga mengharuskan perusahaan induk membuat keputusan berikutnya.   Dalam hal ini perusahaan induk dapat saja membuat keputusan apakah mengembangkan, mempertahankan atau malah menutup anak perusahaan. Demikian pula, perusahaan induk dapat bertindak apakah meningkatkan atau menurunkan nilai investasi atau membuat keputusan tentang mengganti atau mempertahankan pimpinan anak perusahaannya.
Dalam menempuh langkah ketiga ini perusahaan induk harus menimbang posisinya terhadap anak perusahaan, apakah sebagai pemegang saham tunggal atau hanya sebagai yang mempunyai hak suara mayoritas/ minoritas. 
Tentu saja ketiga langkah tersebut harus dilakukan dengan sistematis dan dengan pertimbangan yang matang karena pengendalian yang terlalu kendor bisa membuat arah anak perusahaan menyimpang dari arah perusahaan induk tetapi sebaliknya pengendalian yang kelewat ketat membuat anak perusahaan menjadi tidak independen.
Auditing: Merekatkan Hubungan Induk dan Anak Perusahaan
Dalam memelihara hubungan tata kelola yang baik antar induk dan anak perusahaan, proses auditing merupakan salah satu langkah yang cukup efektif.  Permasalahannya adalah bagaimana menciptakan sistem mekanisme audit yang komprehensif namun tetap memenuhi kaidah reasonable assurance (jaminan yang wajar terhadap hasil audit dan dapat dipertanggungjawabkan). 
Sebagai perusahaan yang listing di Bursa Saham New York Stock Exchange, Telkom telah dengan sigap mengikuti ketentuan Sarbanes-Oxley Act (SOX) khususnya pasal 302 dan 404.  Implementasi SOX dengan segala aturan turunannya dapat menjembatani pelaksanaan auditing secara lebih akurat.
Standar audit no. 2 PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang kemudian diamandemen menjadi no. 5 sebagai standar auditing yang menjadi acuan US SEC, misalnya, mengharuskan pelaksanaan auditing secara terintegrasi (integrated audit) antara audit laporan keuangan dan internal control over financial reporting (ICOFR).  Standar ini menghendaki pelaksanaan audit dilakukan secara komprehensif dan parallel antara kedua objek audit di atas, dan pula semua unit bisnis di dalam perusahaan termasuk anak perusahaannya.  Sesungguhnya standar ini telah mendorong upaya pelaksanaan audit di seluruh jajaran perusahaan berjalan cepat, tepat dan akurat.  Namun di sisi lain, upaya ini akan menyedot sumber daya tidak sedikit. Maka langkah taktis untuk mensiasatinya adalah melakukan setting terhadap siklus-siklus bisnis yang ada dan  menentukan proses-proses bisnis dan kontrol kunci sehingga lingkup audit terdefinisi lugas dan tegas. 
Langkah lain untuk optimalisasi kegiatan auditing adalah implementasi teknik self-assessment.  Dalam prakteknya self-assessment dapat dilakukan untuk memfasilitasi pelaksanaan audit laporan keuangan atau sertifikasi sesuai section 302 SOX.  Namun pula self-assessment dapat dijalankan sebagai bagian integral dari pendekatan pengujian section 404 SOX atau yang lebih dikenal dengan istilah  control self-assessment (CSA).  Ada sejumlah manfaat dengan penerapan self-assessment dalam hal memperbaiki hubungan induk dan anak perusahaan dalam bidang auditing, yaitu:
·        Memacu ‘tone-at-the-top’ supaya tersampaikan kepada para pemilik proses
·        Memperkuat akuntabilitas para pemilik proses terhadap proses bisnis dan kontrol-kontrol kritis.
·        Mengintegrasikan kegiatan control and risk assessment ke dalam praktek bisnis harian.
·        Memperkuat analisis lintas unit bisnis, pelaporan, dan atribut lain yang harus mengalami pengujian.
·        Mereduksi biaya dengan menurunkan lingkup detail pengujian kontrol dan memfasilitasi pengujian preliminary akhir tahun.
Dalam tataran praktek, self-assessment dapat mempercepat pelaksanaan audit terintegrasi dalam Telkom grup.  Mekanisme praktis yang dapat ditempuh sebagai berikut:
1.      Self-assessment dilakukan oleh unit-unit bisnis pemilik proses secara periodik, misalnya per triwulan.  Unit-unit bisnis berada baik di induk maupun di sejumlah anak perusahaan. Objek self-assessment terdiri dari laporan keuangan, proses bisnis atau significant controls.  Objek ini harus didesain sejalan dengan objek audit terintegrasi yang akan dilakukan setahun sekali.  Oleh karena itu sebelumnya harus dipetakan dahulu objek-objek tersebut berdasarkan kriteria yang standard dan disepakati bersama oleh semua unit bisnis dan internal/ eksternal audit dengan berpedoman kepada standar PCAOB. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mempercepat mekanisme audit terintegrasi pada akhir tahun berikutnya.
2.      Hasil self-assessment harus disahkan/ disertifikasi oleh masing-masing kepala unit bisnis secara berjenjang (cascading). 
3.      Secara periodik pula hasil self-assessment harus direview oleh internal audit. 
4.      Hasil review terhadap self-assessment harus dijadikan salah satu acuan pada saat akan melakukan audit berkala per triwulan oleh internal auditor. Tentu saja internal auditor harus melihat acuan lain dalam melakukan audit dengan mempertimbangkan unsur risiko supaya metode yang dilakukan sesuai dengan pendekatan risk-based audit.
5.      Dengan langkah-langkah di atas, pada menjelang akhir tahun dimungkinkan bahan-bahan audit terintegrasi sudah tersedia lengkap. Artinya:
a.       Data yang diperlukan auditor eksternal untuk keperluan audit, baik hasil review laporan keuangan maupun hasil pengujian internal control berkala di masing-masing unit bisnis termasuk anak perusahaan sudah tersedia.
b.      Data pada butir a di atas sudah berstatus certified, reviewed dan bahkan audited oleh auditor internal sehingga dapat mewujud sebagai Telkom’s management assertion.
c.       Pada giliran auditor eksternal masuk, maka ia dapat memulai dengan me-review butir a dan b di atas. Dengan begitu, auditor eksternal tidak memulai kegiatan audit terintegrasi dari nol.  Bahwa auditor eksternal tidak akan mempercayai semua data baku di atas adalah mungkin saja, sehingga ia akan melakukan uji petik di lapangan.  Namun dengan kesiapan data audit seperti demikian, akan melancarkan pihak auditee maupun auditor sehingga nantinya kegiatan auditing berjalan cepat, tepat dan akurat.
Guna terselenggaranya pelaksanaan integrated audit yang cepat dan akurat, hal lain yang perlu ditimbang untuk perbaikan di area internal audit sendiri, diantaranya:
ü      Strategic Direction
  • Peran dan lingkup internal auditor perlu pendefinisian ulang sehingga eksistensi IA ‘diperlukan’ kehadirannya di perusahaan.
  • Perbaikan struktur organisasi internal auditor sehingga jalur pelaporan dan pengelompokkan fungsi mendukung mekanisme auditing yang cepat dan akurat.
  • Pengembangan ekspektasi / tinjauan atas peran internal auditor dimasa mendatang
  • Mengkaji orientasi serta nilai tambah bagi obyek audit

ü      Methodology, Technology & Knowledge
  • Metode pengkajian risiko yang handal
  • Proses perencanaan audit
  • Strategi pelaksanaan audit, termasuk pendekatan, dokumentasi,  dan pengendalian mutu
  • Komunikasi dan strategi pelaporan dan  pemantauan tindak lanjut
  • Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan audit
  • Knowledge practice untuk meningkatkan efisiensi kerja internal auditor.

ü      People
  • Kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia internal auditor
  • Evaluasi kinerja dan program pelatihan.
Kesimpulan
Membina hubungan induk dan anak perusahaan harus dilakukan dengan membina komunikasi yang baik antara keduanya.  Prinsip keadilan dalam arti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya adalah upaya lain guna terjadinya komunikasi yang seimbang. Kiat-kiat manajemen yang akan ditempuh dalam mengelola anak perusahaan harus tetap dijalankan dengan prinsip-prinsip keadilan, misalnya dengan menimbang komposisi kepemilikan saham perusahaan induk. 
Aktivitas auditing adalah metode cukup efektif untuk membangun hubungan kerja antara induk dan anak perusahaan. Di Telkom group, pendekatan audit yang dapat ditempuh adalah standar-standar yang ditentukan oleh PCAOB.  Dalam standar tersebut telah diatur mekanisme integrated audit laporan keuangan dan pelaksanaan internal control over financial reporting. Dengan ditambah mekanisme self-assessment, pelaksanaan audit di Telkom group dapat dilaksanakan secara cepat, tepat dan akurat.

Daftar Pustaka

1.   Ahituv, Niv; Neumann, Seev; Riley, H. Norton.  Principles of Information Systems for ManagementDubuque, IA: Wm C. Brown Communications, Inc; 1994.

2.      Arif, Fauzi. “Tiga Langkah Proses Pengendalian Anak Perusahaan.” World Wide Web. Diakses pada 18 April 2007. http://ipoms.web.id/j/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=33
3.      AUDITING STANDARD No. 2 – “An Audit of Internal Control Over Financial Reporting Performed in Conjunction with An Audit of Financial Statements”. Public Company Accounting Oversight Board. March 9, 2004.
4.      Current State Assessment Report. Internal Audit Group. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2005.
5.      John Champ; Chris Cebula. “Tactics to rebalance your internal audit functions”. Protiviti. 2006.
6.      Lynda M. Applegate; F. Warren McFarlan; James L. McKenney.  Corporate Information Systems Management: Text and Cases, fourth edition.  Irwin Mcgraw-Hill Companies, Inc.; 1996
7.      Santosa, Setyanto P; Pembentukan Holding Company BUMN Peluang dan Tantangan. Makalah. Jakarta, 9 Agustus 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar