Merekat Hubungan Induk dan Anak Perusahaan Melalui Auditing ICOFR di
Lingkungan PT. Telkom
Oleh: Lukman Abdurrahman
Pendahuluan
Jika diamati secara seksama,
jejaring dunia bisnis dalam menghasilkan produk baik barang maupun jasa terbagi
ke dalam tiga pola dasar. Pertama adalah
pola “vertically integrated firm”,
yaitu perusahaan yang mengikuti teori ekonomi tradisional yang menempatkan
perusahaan sebagai pusat seluruh aktivitas produksi. Kedua adalah “selective sourcing”, merupakan pola yang dipilih perusahaan dengan
cara melakukan outsourcing untuk
aktivitas-aktivitas yang berisiko rendah saja.
Dengan kemajuan teknologi informasi yang makin baik, pola pengelolaan
perusahaan selanjutnya bergeser menjadi “virtual
corporation”. Pola ini memungkinkan perusahaan menyerahkan mayoritas
aktivitas produksinya kepada pihak lain, mengeliminasi perantara pada sektor jalur
distribusi, sedang perusahaan itu sendiri hanya mengelola core competency-nya saja.
Tiga jenis pola pengelolaan di
atas merupakan model dunia usaha dalam menyelenggarakan aktivitasnya. Apapun bentuk pola tersebut, hal mendasar
lain yang berkaitan dengan pola-pola tersebut adalah bagaimana mengatur
hubungan interorganisasinya sendiri.
Lebih-lebih, walaupun perusahaan saat ini cenderung hanya mengelola bisnis intinya namun di luar
orbitnya juga memiliki sejumlah perusahaan afiliasi atau bahkan membentuk suatu
extended enterprise guna berkongsi
dengan perusahaan-perusahaan lain dalam meluncurkan produk baru.
Adalah suatu tuntutan beralasan
dan logis untuk meningkatkan peran komunikasi manakala terjadi kemandegan dalam
suatu aktivitas pengelolaan perusahaan.
Hal ini akan memperoleh pembenaran jika kita menyimak apa kata Henry
Clay – seorang pakar manajemen – yang berkata bahwa “effective leadership means effective communication”. Komunikasi menjadi kunci yang cukup efektif
untuk mencairkan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang menghadang pada
proses manajemen, sehingga aktivitas pengelolaan perusahaan tetap berputar
lancar. Komunikasi dapat diwujudkan
dalam berbagai cara dan media serta kiat-kiat manajemen maupun aktivitas
auditing.
Langkah-langkah Strategis Manajerial
Seiring dengan tuntutan
penyelenggaraan manajemen perusahaan secara efektif dan efisien, maka wajar
pihak pengelola perusahaan melakukan sejumlah langkah besar guna menyikapi hal
ini. Langkah-langkah tersebut terdiri
dari tiga kata kunci, yaitu: restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi. Ketiganya saling terkait karena yang satu
menguatkan yang lain. Langkah-langkah ini
dapat dilakukan oleh suatu perusahaan, baik sebagai perusahaan induk maupun
terhadap anak-anak perusahaannya (afiliasi) guna membuka sekat-sekat birokrasi
dan komunikasi.
Setyanto P. Santosa menyatakan
bahwa restrukturisasi adalah upaya untuk meningkatkan posisi daya saing
perusahaan melalui penajaman fokus bisnis, perbaikan skala usaha dan penciptaan
core competencies. Selanjutnya beliau
mendefinisikan bahwa profitisasi adalah upaya meningkatkan secara agresif efisiensi
perusahaan sehingga mencapai profitibilitas dan nilai perusahaan yang optimal.
Sedangkan privatisasi merupakan upaya peningkatan kegiatan penyebaran
kepemilikan perusahaan kepada masyarakat umum, swasta (baik nasional maupun asing)
sehingga memudahkan perusahaan untuk akses pada pendanaan, teknologi, manajemen modern dan
pasar.
Langkah-langkah di atas perlu
ditempuh seiring perubahan dinamis lingkungan bisnis sehingga pada gilirannya perusahaan tersebut
memiliki daya saing dan daya cipta tinggi untuk kemudian akan mampu unggul di
pasar global.
Langkah-langkah strategis di
atas perlu dijalankan secara komprehensif, artinya dilakukan baik pada tataran
manajerial/ struktural maupun pada tataran kultural perusahaan. Tiga langkah besar itu lebih banyak
dialamatkan kepada tataran manajerial perusahaan. Perlu pula diupayakan
langkah-langkah besar dalam mengubah paradigma dunia usaha pada aspek-aspek
kultural dan spiritual perusahaan. Aspek
kultural/ spiritual perusahaan dapat ditemukan pada – meminjam istilah COSO framework – lingkungan kontrol (control environment) yang harus
diupayakan menjadi mumpuni, misalnya dalam pemerataan keadilan dalam
memperlakukan sumber daya manusia. Nabi Muhammad SAW dalam hal ini pernah
menyatakan bahwa apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah
saat kehancurannya. Hal ini mudah
dipahami karena manusia merupakan aset paling utama dalam suatu perusahaan,
sehingga apabila sumber daya ini terganggu keseimbangannya dapat meruntuhkan
sendi-sendi perusahaan itu sendiri.
Lingkungan kontrol perlu dibuat
kondusif karena merupakan bagian soft
control yang akan menjadi acuan langkah-langkah taktis dan teknis
berikutnya pada tataran struktural/ manajerial (hard control).
Hubungan Induk dan Anak Perusahaan
Dalam kaitan penyelenggaraan
aktivitas bisnis yang melingkupi sejumlah perusahaan dan tergabung dalam sebuah
grup yang lazim disebut holding company,
Setyanto P. Santosa meyakini bahwa grup tersebut bukan tujuan tetapi hanya alat
untuk mencapai tujuan yakni pembentukan perusahaan yang berdaya saing dan
berdaya cipta tinggi.
Oleh karena grup perusahaan
tadi hanyalah sebagai alat, maka Fauzi Arif
mengingatkan bahwa kesalahan dalam menerapkan manajemen proses
pengendalian hubungan parent-subsidiary
corporation bisa menyebabkan kegagalan bisnis perusahaan. Untuk itu Ge Chen
dan Xu Jinfa dari Zhejiang
University dalam papernya
memperkenalkan 3 (tiga) langkah dalam manajemen pengendalian yang efektif bagi
hubungan parent-subsidiary corporations, yaitu:
1.
Langkah persiapan (Preparation
step)
Langkah ini menawarkan tiga prosedur utama yang harus dikendalikan
oleh perusahaan induk yaitu strategy
control, investment control dan executive
control. Strategy control merupakan
proses penentuan dan pemilihan strategi bagi pimpinan kedua perusahaan induk dan anak yang terlibat
dalam formulasi rencana-rencana jangka panjang dan strategis. Paling sedikit ada
tiga hal yang mengharuskan keterlibatan
perusahaan induk melakukan hal ini yaitu:
·
Profit-oriented,
perusahaan induk menginvestasikan dananya demi memperoleh keuntungan.
·
Function-oriented,
perusahaan induk berinvestasi di anak perusahaan dengan tujuan mempromosikan
kompetensinya akan fungsi tertentu yang penting artinya bagi perusahaan induk
dalam rangka memelihara dan meningkatkan keunggulan kompetitifnya.
·
Scale-oriented,
perusahaan induk jelas ingin melebarkan sayapnya atau setidaknya pasar dan yang
lain.
Investment control merupakan pembuatan keputusan dalam hal
investasi terutama menyangkut nilainya dan pembagian dari saham. Nilai
investasi yang tidak terkontrol akan bisa mengganggu kinerja keuangan kedua
perusahaan. Sedang executive control meliputi kejelasan siapa yang bertanggung
jawab terhadap management control di
anak perusahaan.
2.
Langkah eksekutif (Executive
step)
Pada langkah ini anak perusahaan melakukan proses
pengendalian mandiri sebagai suatu institusi bisnis dan tetap berinteraksi
dengan perusahaan induk. Namun perusahaan induk tetap harus melakukan
pengendalian yang efektif terhadap anak perusahaan melalui functional control. Contoh langkah
ini adalah pengendalian teknologi kunci seperti yang ditempuh Coca Cola dengan melakukan
pengendalian melalui formulanya. Atau contoh
lain adalah pengendalian pasokan yang dilakukan Philips dengan mengendalikan
lebih dari 60% komponen yang digunakan
pabriknya di China .
3.
Langkah perbaikan (Revision
step)
Langkah ini dapat merupakan konsekuensi dari apa yang dilakukan
pada langkah pertama sehingga mengharuskan perusahaan induk membuat keputusan
berikutnya. Dalam hal ini perusahaan induk dapat saja
membuat keputusan apakah mengembangkan, mempertahankan atau malah menutup anak
perusahaan. Demikian pula, perusahaan induk dapat bertindak apakah meningkatkan
atau menurunkan nilai investasi atau membuat keputusan tentang mengganti atau
mempertahankan pimpinan anak perusahaannya.
Dalam menempuh langkah ketiga ini perusahaan induk harus
menimbang posisinya terhadap anak perusahaan, apakah sebagai pemegang saham
tunggal atau hanya sebagai yang mempunyai hak suara mayoritas/ minoritas.
Tentu saja ketiga langkah
tersebut harus dilakukan dengan sistematis dan dengan pertimbangan yang matang
karena pengendalian yang terlalu kendor bisa membuat arah anak perusahaan
menyimpang dari arah perusahaan induk tetapi sebaliknya pengendalian yang
kelewat ketat membuat anak perusahaan menjadi tidak independen.
Auditing: Merekatkan Hubungan Induk dan Anak Perusahaan
Dalam memelihara hubungan tata
kelola yang baik antar induk dan anak perusahaan, proses auditing merupakan
salah satu langkah yang cukup efektif.
Permasalahannya adalah bagaimana menciptakan sistem mekanisme audit yang
komprehensif namun tetap memenuhi kaidah reasonable
assurance (jaminan yang wajar terhadap hasil audit dan dapat
dipertanggungjawabkan).
Sebagai perusahaan yang listing
di Bursa Saham New York Stock Exchange,
Telkom telah dengan sigap mengikuti ketentuan Sarbanes-Oxley Act (SOX) khususnya pasal 302 dan 404. Implementasi SOX dengan segala aturan
turunannya dapat menjembatani pelaksanaan auditing secara lebih akurat.
Standar audit no. 2 PCAOB
(Public Company Accounting Oversight Board) yang kemudian diamandemen menjadi
no. 5 sebagai standar auditing yang menjadi acuan US SEC, misalnya, mengharuskan
pelaksanaan auditing secara terintegrasi (integrated
audit) antara audit laporan keuangan dan internal control over financial reporting (ICOFR). Standar ini menghendaki pelaksanaan audit
dilakukan secara komprehensif dan parallel antara kedua objek audit di atas,
dan pula semua unit bisnis di dalam perusahaan termasuk anak perusahaannya. Sesungguhnya standar ini telah mendorong upaya
pelaksanaan audit di seluruh jajaran perusahaan berjalan cepat, tepat dan
akurat. Namun di sisi lain, upaya ini
akan menyedot sumber daya tidak sedikit. Maka langkah taktis untuk
mensiasatinya adalah melakukan setting terhadap siklus-siklus bisnis yang ada
dan menentukan proses-proses bisnis dan
kontrol kunci sehingga lingkup audit terdefinisi lugas dan tegas.
Langkah lain untuk optimalisasi
kegiatan auditing adalah implementasi teknik self-assessment. Dalam
prakteknya self-assessment dapat dilakukan untuk memfasilitasi pelaksanaan
audit laporan keuangan atau sertifikasi sesuai section 302 SOX. Namun pula self-assessment dapat dijalankan
sebagai bagian integral dari pendekatan pengujian section 404 SOX atau yang
lebih dikenal dengan istilah control self-assessment (CSA). Ada
sejumlah manfaat dengan penerapan self-assessment dalam hal memperbaiki hubungan
induk dan anak perusahaan dalam bidang auditing, yaitu:
·
Memacu ‘tone-at-the-top’
supaya tersampaikan kepada para pemilik proses
·
Memperkuat akuntabilitas para pemilik proses
terhadap proses bisnis dan kontrol-kontrol kritis.
·
Mengintegrasikan kegiatan control and risk assessment ke dalam praktek bisnis harian.
·
Memperkuat analisis lintas unit bisnis,
pelaporan, dan atribut lain yang harus mengalami pengujian.
·
Mereduksi biaya dengan menurunkan lingkup detail
pengujian kontrol dan memfasilitasi pengujian preliminary akhir tahun.
Dalam tataran praktek,
self-assessment dapat mempercepat pelaksanaan audit terintegrasi dalam Telkom
grup. Mekanisme praktis yang dapat
ditempuh sebagai berikut:
1.
Self-assessment dilakukan oleh unit-unit bisnis pemilik
proses secara periodik, misalnya per triwulan. Unit-unit bisnis berada baik di induk maupun
di sejumlah anak perusahaan. Objek self-assessment terdiri dari laporan
keuangan, proses bisnis atau significant controls.
Objek ini harus didesain sejalan dengan
objek audit terintegrasi yang akan dilakukan setahun sekali. Oleh karena itu sebelumnya harus dipetakan
dahulu objek-objek tersebut berdasarkan kriteria yang standard dan disepakati
bersama oleh semua unit bisnis dan internal/ eksternal audit dengan berpedoman
kepada standar PCAOB. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mempercepat
mekanisme audit terintegrasi pada akhir tahun berikutnya.
2.
Hasil self-assessment harus disahkan/ disertifikasi
oleh masing-masing kepala unit bisnis secara berjenjang (cascading).
3.
Secara periodik pula hasil self-assessment harus
direview oleh internal audit.
4.
Hasil review terhadap self-assessment harus
dijadikan salah satu acuan pada saat akan melakukan audit berkala per triwulan oleh
internal auditor. Tentu saja internal auditor harus melihat acuan lain
dalam melakukan audit dengan mempertimbangkan unsur risiko supaya metode yang
dilakukan sesuai dengan pendekatan risk-based
audit.
5.
Dengan langkah-langkah di atas, pada menjelang akhir
tahun dimungkinkan bahan-bahan audit terintegrasi sudah tersedia lengkap.
Artinya:
a.
Data yang diperlukan auditor eksternal untuk keperluan
audit, baik hasil review laporan keuangan maupun hasil pengujian internal
control berkala di masing-masing unit bisnis termasuk anak perusahaan sudah
tersedia.
b.
Data pada butir a di atas sudah berstatus certified, reviewed dan bahkan audited oleh auditor internal sehingga
dapat mewujud sebagai Telkom’s management assertion.
c.
Pada giliran auditor eksternal masuk, maka ia dapat
memulai dengan me-review butir a dan b di atas. Dengan begitu, auditor
eksternal tidak memulai kegiatan audit terintegrasi dari nol. Bahwa auditor eksternal tidak akan mempercayai
semua data baku
di atas adalah mungkin saja, sehingga ia akan melakukan uji petik di
lapangan. Namun dengan kesiapan data
audit seperti demikian, akan melancarkan pihak auditee maupun auditor sehingga
nantinya kegiatan auditing berjalan cepat, tepat dan akurat.
Guna terselenggaranya
pelaksanaan integrated audit yang cepat dan akurat, hal lain yang perlu
ditimbang untuk perbaikan di area internal audit sendiri, diantaranya:
ü
Strategic
Direction
- Peran dan lingkup internal auditor perlu pendefinisian ulang sehingga eksistensi IA ‘diperlukan’ kehadirannya di perusahaan.
- Perbaikan struktur organisasi internal auditor sehingga jalur pelaporan dan pengelompokkan fungsi mendukung mekanisme auditing yang cepat dan akurat.
- Pengembangan ekspektasi / tinjauan atas peran internal auditor dimasa mendatang
- Mengkaji orientasi serta nilai tambah bagi obyek audit
ü
Methodology,
Technology & Knowledge
- Metode pengkajian risiko yang handal
- Proses perencanaan audit
- Strategi pelaksanaan audit, termasuk pendekatan, dokumentasi, dan pengendalian mutu
- Komunikasi dan strategi pelaporan dan pemantauan tindak lanjut
- Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan audit
- Knowledge practice untuk meningkatkan efisiensi kerja internal auditor.
ü
People
- Kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia internal auditor
- Evaluasi kinerja dan program pelatihan.
Kesimpulan
Membina hubungan induk dan anak
perusahaan harus dilakukan dengan membina komunikasi yang baik antara
keduanya. Prinsip keadilan dalam arti
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya adalah upaya lain guna terjadinya
komunikasi yang seimbang. Kiat-kiat manajemen yang akan ditempuh dalam
mengelola anak perusahaan harus tetap dijalankan dengan prinsip-prinsip
keadilan, misalnya dengan menimbang komposisi kepemilikan saham perusahaan
induk.
Aktivitas auditing adalah
metode cukup efektif untuk membangun hubungan kerja antara induk dan anak
perusahaan. Di Telkom group, pendekatan audit yang dapat ditempuh adalah
standar-standar yang ditentukan oleh PCAOB.
Dalam standar tersebut telah diatur mekanisme integrated audit laporan
keuangan dan pelaksanaan internal control over financial reporting. Dengan
ditambah mekanisme self-assessment, pelaksanaan audit di Telkom group dapat
dilaksanakan secara cepat, tepat dan akurat.
Daftar Pustaka
1. Ahituv, Niv; Neumann, Seev; Riley, H. Norton. Principles of Information Systems for
Management. Dubuque , IA :
Wm C. Brown Communications, Inc; 1994.
2.
Arif, Fauzi. “Tiga Langkah Proses Pengendalian Anak
Perusahaan.” World Wide Web. Diakses pada 18 April 2007 . http://ipoms.web.id/j/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=33
3.
AUDITING STANDARD No. 2 – “An Audit of Internal Control
Over Financial Reporting Performed in Conjunction with An Audit of Financial
Statements”. Public Company Accounting Oversight Board. March 9, 2004 .
4.
Current
State Assessment Report. Internal
Audit Group. PT. Telekomunikasi Indonesia
Tbk, 2005.
5.
John Champ; Chris Cebula. “Tactics to rebalance your
internal audit functions”. Protiviti. 2006.
6.
Lynda M. Applegate; F. Warren McFarlan; James L. McKenney. Corporate Information Systems Management:
Text and Cases, fourth edition.
Irwin Mcgraw-Hill Companies, Inc.; 1996
7.
Santosa, Setyanto P; Pembentukan Holding Company
BUMN Peluang dan Tantangan. Makalah. Jakarta ,
9 Agustus 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar